KPK Harap Eks Menpora Imam Nahrawi Dihukum Maksimal

JPU KPK menuntut Nahrawi agar divonis selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 j

Akbar Nugroho Gumay/Antara
Terdakwa kasus dugaan suap di Kemenpora Imam Nahrawi (kiri).
Rep: Dian Fath Risalah  Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi akan diputus terkait kasus dugaan suap terkait dana hibah KONI dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pemuda dan Olahraga pada Senin (29/6) hari ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberikan putusan maksimal kepada Imam Nahrawi. 

"KPK tentu berharap majelis hakim akan mempertimbangkan seluruh fakta-fakta hukum sebagaimana uraian analisis yuridis JPU KPK dalam tuntutannya," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Senin (29/6). 

"Dan kemudian menyatakan terdakwa bersalah dengan hukuman sebagaimana amar tuntutan JPU yang sudah dibacakan dan diserahkan di persidangan," tambah Ali.

Sebelumnya JPU KPK menuntut Nahrawi agar divonis selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

JPU KPK juga meminta pencabutan hak politik Nahrawi selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya. Nahrawi dalam nota pembelaannya mengaku tidak pernah melakukan persengkongkolan jahat untuk mendapat uang suap dan gratifikasi.

Sementara Imam Nahrawi dalam nota pembelaannya mengaku, tidak pernah melakukan persengkongkolan jahat untuk mendapat uang suap dan gratifikasi.

"Saya sudah bersumpah di atas Alquran bahwa saya tidak tahu menahu, tidak meminta, tidak memerintahkan, tidak menerima bahkan demi Allah saya tidak terlibat dalam persekongkolan jahat ke mana duit Rp 11 miliar itu," ungkapnya.

Menurut Nahrawi, mantan asisten pribadinya Miftahul Ulum sudah membuka ke mana arah uang Rp 11 miliar itu mengalir, tapi tidak dijadikan dasar mengungkap fakta yang jujur dan sebenarnya.

 
Berita Terpopuler