Pengamat: Insentif PPh Badan untuk Kestabilan Ekonomi

Kontraksi penerimaan sudah mempertimbangkan relaksasi dan insentif.

Tim Infografis Republika.co.id
Penerimaan pajak negara pada 2020 diprediksi mengalami kontraksi (ilustrasi). Pengamat menilai berbagai insentif serta relaksasi pemungutan pajak akan didesain untuk menjamin kestabilan ekonomi.
Rep: Adinda Pryanka Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menilai, persoalan penerimaan tahun ini memang sangat terpengaruh pandemi Covid-19. Pajak sebagai ekor ekonomi tentu akan menyesuaikan kondisi tersebut.

Baca Juga

Dengan demikian, Darussalam menambahkan, berbagai insentif serta relaksasi pemungutan pajak akan didesain untuk menjamin kestabilan ekonomi. Tidak terkecuali kebijakan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan, termasuk untuk perusahaan terbuka.

"Khusus untuk penurunan tarif (PPh badan) menurut saya juga salah satu kebijakan tersebut," ujar Darussalam saat dihubungi Republika, Jumat (26/6).

Darussalam menyebutkan, target penerimaan yang diprediksi kontraksi hingga 9,2 persen sepanjang 2020 pada dasarnya juga disusun dengan hati-hati. Terutama dengan mempertimbangkan berbagai kebijakan relaksasi serta insentif.

Masalahnya, ekonomi yang dinamis dan penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini tentu menciptakan potensi tidak tercapai. Oleh karena itu, monitoring pergerakan ekonomi tentu diperlukan. "Ke depannya, revisi bisa saja dilakukan lagi," kata Darussalam.

Darussalam menjelaskan, yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam jangka pendek adalah mengamankan sektor yang relatif stabil dan bisa menjadi tumpuan. Misalnya, pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sektor digital yang kini tengah dalam proses atau meningkatkan kepatuhan dari high wealth individuals.

 

 
Berita Terpopuler