Pengunjuk Rasa Hong Kong Mulai Bubar

Unjuk rasa di Hong Kong memasuki pekan ketiga untuk memprotes UU Ekstradisi.

AP Photo/Vincent Yu
Demonstran mengenakan kacamata pelindung dan masker berjalan menuju Dewan legislatif untuk melanjutkan protes menentang RUU ekstradisi di Hong Kong, Senin (17/6).
Rep: Rossi Handayani Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Ribuan pengunjuk rasa yang telah memblokade markas besar kepolisian di Hong Kong sebagian besar telah membubarkan diri pada Sabtu (22/6) pagi. Beberapa jalan dibuka kembali untuk lalu lintas seperti biasa, tetapi masih belum jelas apakah akan terjadi protes massal berlanjut.

Baca Juga

Polisi memindahkan barikade pada Sabtu pagi, dan staf dapat pulang, setelah lebih dari 15 jam blokade. Hanya beberapa ratus pengunjuk rasa yang tersisa.

Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu pagi, polisi mengatakan tindakan para pengunjuk rasa telah mempengaruhi pekerjaan mereka termasuk penyediaan layanan darurat kepada publik.

"Polisi telah menunjukkan toleransi terbesar kepada para pengunjuk rasa, tetapi cara mereka mengekspresikan pandangan menjadi ilegal, tidak rasional, dan tidak masuk akal. Polisi akan secara ketat menindaklanjuti kegiatan ilegal ini," kata polisi.

Hong Kong bersiap untuk akhir pekan ketiga protes terhadap RUU ekstradisi yang membuat kota yang dikuasai Cina itu mengalami krisis. Protes itu menjadi tantangan terbesar bagi Presiden Xi Jinping sejak ia mengambil alih kekuasaan pada 2012.

Pada Jumat, kelompok-kelompok yang sebagian besar mahasiswa mengenakan helm, kacamata pelindung, dan masker wajah memasang penghalang jalan, termasuk kendaraan yang terjebak dalam protes damai untuk menuntut pemimpin itu, Carrie Lam, menghilangkan RUU tersebut.

Adapun Hong Kong kembali ke pemerintahan Cina pada 1997. Saat itu telah diatur di bawah formula satu negara, dua sistem, yang memungkinkan kebebasan yang tidak dinikmati di daratan Cina, termasuk peradilan independen.

 
Berita Terpopuler