Sinyal Polisi akan Menjemput Paksa Ustaz Bachtiar Nasir

Ustaz Bachtiar Nasir sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik.

Republika/Iman Firmansyah
Pimpinan AQL, Ustaz Bachtiar Nasir (tengah) memberikan keterangan kepada media terkait 10 tahun AQL Islamic Center di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (11/9).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Mabes Polri memberikan sinyal akan menjemput paksa Ustaz Bachtiar Nasir (UBN). Upaya paksa kepolisian tersebut, menyusul mangkirnya UBN dalam pemeriksaan ketiga kalinya di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri.

UBN rencananya diperiksa pada Selasa (14/5), sebagai tersangka dugaan pidana penggelapan, dan pencucian uang (TPPU) dana Yayasan Keadilan untuk Semua (YKuS). Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, penyidik punya kuasa melakukan upaya paksa memeriksa UBN.

“Dari penyidik menyampaikan, dapat dilakukan penjemputan paksa terhadap yang bersangkutan (UBN),” kata dia kepada Republika, Selasa (14/5).

Dedi menjelaskan, kuasa penyidik tersebut, kata dia, diatur dalam Pasal 112 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Dari pasal itu disebutkan intinya, bahwa apabila yang bersangkutan tidak hadir lagi, maka penyidik punya kewenangan menjemput paksa yang bersangkutan untuk dibawa ke penyidikan,” sambung Dedi. 

Penjemputan paksa tersebut, kata Dedi terpaksa dilakukan lantaran UBN terhitung sudah tiga kali mangkir dari pemeriksaan. Terakhir Bareskrim Polri menyurati  UBN agar diperiksa sebagai tersangka pada Selasa (14/5).

Akan tetapi, seperti agenda pemeriksaan sebelumnya, Rabu (8/5), UBN tak datang. Salah satu pengacara UBN, Aziz Yanuar kepada Republika, Senin (13/5) memastikan, UBN tak akan bisa memenuhi panggilan Mabes Polri selama Ramadhan.

“Mungkin tidak bisa. Karena kesibukan jadwal beliau,” kata Aziz. Pada agenda pemeriksaan Selasa (14/5), Aziz juga mengatakan, UBN sedang melakukan kegiatan di luar negeri. “Beliau sedang di luar negeri, di Arab Saudi untuk menghadiri undangan Liga Muslim Dunia,” kata Aziz.

Keberadaan UBN di Arab Saudi tersebut, yang menurut Aziz menjadi alasan objektif kliennya tak hadir dalam pemeriksaan Selasa (14/5). “Tadi (13/5), kita (tim pengacara) sudah mendatangi Mabes Polri untuk memberitahukan itu (keberadaan UBN di luar negeri). Undangannya (dari Liga Muslim Dunia) juga kita sampaikan kepada Polri. Itu resmi,” ujar Aziz.

Kedatangan tim pengacara UBN tersebut, pada Senin (13/5) sekaligus meminta Bareskrim Polri menjadwal ulang pemeriksaan UBN sebagai tersangka.

 

Keberadaan UBN di luar negeri, menjadi tanda tanya. Karena, menurut pengakuan Dedi Prasetyo, Bareskrim Polri sebetulnya mengeluarkan permintaan kepada Imigrasi, agar melakukan pencegahan dan penangkalan (cekal) terhadap UBN.

Pencegahan dimohonkan agar UBN tak kabur ke luar negeri. Permintaan Polri, dikatakan Dedi pada Kamis (9/5). Saat itu, Bareskrim juga mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dedi, pada Selasa (14/5), pun baru mengetahui keberadaan UBN yang berada di luar negeri setelah permohonan pencekalan dilakukan. “Yang bersangkutan sudah ke Arab (Saudi) duluan (sebelum pencekalan dilakukan),” ujar Dedi.

Meski demikian, kata Dedi, penyidik masih akan melanjutkan kasus dugaan pidana yang dilakukan UBN. Dedi pun berharap keberadaan UBN di luar negeri selama proses penyidikan, tak bermaksud melarikan diri.

“Penyidik melihat, pengacara yang bersangkutan kooperatif. Memberitahukan keberadaan yang bersangkuatan (UBN). Nanti penyidik akan menilai apakah harus dilakukan pemaksaan, atau tidak,” sambung Dedi.

Yang pasti, kata dia, penyidik punya kewenangan melakukan penjemputan paksa terhadap UBN. “Nanti penyidik akan berkordinasi dengan pengacara, kapan yang bersangkutan akan pulang ke Indonesia,” sambung Dedi.

Dihubungi terpisah, Kasubag Humas Ditjen Imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sam Fernando mengungkapkan, status UBN sampai hari ini tak dalam status cekal. “Terkait dengan pencekalan (UBN) sampai saat ini, belum terdapat dalam di sistem kami (Keimigrasian). Kami selaku instansi pelaksana, tidak bisa serta merta melakukan pencegahan dan penangkalan apabila tidak ada permohonan dari menteri atau kepala lembaga yang berdasarkan undang-undang punya kewenangan melakukan pencekalan,” kata Sam kepada Republika, Selasa (14/5).

Alih-alih menetapkan UBN dalam status cekal di Imigrasi, Ditjen Imigrasi, kata Sam menanyakan tentang surat permohonan pencekalan keluaran Polri. “Silakan bertanya ke instansi terkait surat (permohonan) sebagaimana yang dimaksud,” ujar dia.

Sam pun mengungkapkan, terkait mobilitas UBN yang tercatat di Keimigrasian saat ini. Keimigrasian, kata dia, terakhir kali mendeteksi UBN terbang ke Malaysia, pada Ahad (12/5) pada pukul 12:15 WIB, atau lima hari setelah absen pemeriksaan kedua, pada Rabu (8/5).

UBN diketahui berstatus tersangka lewat surat pemanggilan pemeriksaan pada 3 Mei. Menengok SPDP yang dikirimkan Bareskrim ke Kejaksaan, UBN dituduh melakukan dugaan rangkap pidana. Yaitu berupa penggelapan, pengalihan aset tak wajar, serta pencucian uang, dan penyalahgunaan aset yayasan yang melanggar ketentuan perbankan syariah.

Kasus UBN berawal dari penyidikan Ditipideksus pada 2017. Ditipideksus melakukan penyelidikan atas dugaan penggelepan dana masyarakat yang mengendap di YKuS sebesar Rp 3,8 miliar. Yayasan tersebut dipimpin oleh UBN.

Penyidik mencurigai sebagian dana tersebut digunakan UBN untuk kepentingan pribadi. Polisi bahkan mencurigai dana tersebut sebagai wadah pencucian uang untuk kegiatan yang ilegal.

UBN pernah mengklarifikasi kasus tersebut. Ia mengatakan, dana yang terkumpul dari masyrakat dalam rekening YKUS sebagian digunakan untuk mendanai aksi massa Bela Islam, pada 2016 lalu.

Seperti diketahui, UBN pernah didaulat sebagai Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI). Gerakan tersebut, sebagai reaksi umat Islam atas penistaan dan pelecahan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.

Gerakan itu menghadirkan gelombang demonstrasi damai terbesar dalam sejarah Indonesia, yang terkenal dengan massa aksi 411 dan 212. Selain untuk mendanai aksi tersebut, UBN menerangkan sebagian lainnya digunakan untuk membantu korban bencana gempa di Pidie, Aceh, dan banjir di Nusa Tenggara Barat (NTB). Tetapi penyelidikan berjalan, kepolisian tetap mengusut dugaan pidana dalam penggunaan uang sumbangan masyarakat tersebut.

Atas sangkaan tersebut, Bareskrim Polri menjerat UBN dengan tuduhan berlapis.  Yaitu Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU nomor 16/2001 tentang Yayasan yang diubah menjadi UU nomor 28/2008, Pasal 374 juncto Pasal 372 atau Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Pasal 56 KUH Pidana. Serta Pasal 49 ayat (2) huruf b UU nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 3 dan Pasal 5 serta Pasal 8 UU nomor 8/2010, tentang TPPU. Menengok deretan sangkaan pidana tersebut, jika terbukti UBN terancam pidana penjara belasan tahun.

 
Berita Terpopuler