Milenial Bangga Beli Sukuk

Investor muda mendominasi pada pemesanan surat berharga negara yang ditawarkan online

Republika/Edwin Dwi Putranto
Nasabah melihat informasi Sukuk Tabungan Seri ST003 melalui website Mandiri Syariah di Jakarta, Kamis (7/1).
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Friska Yolanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Aku sudah beli ST-003 dong!," kata Niken Anugraha Ningtyas, ibu milenial beranak satu saat berbincang dengan Republika, beberapa waktu lalu. Ada nada kebanggaan ketika ia akhirnya membeli instrumen inovasi dari pemerintah itu.

Sukuk Tabungan seri ST-003 diluncurkan Februari lalu dengan nilai capaian Rp 3,12 triliun. Penjualannya menjangkau 13.932 investor di seluruh provinsi di Indonesia, dengan investor baru e-SBN sebanyak 8.756 investor.

Artinya, mereka belum pernah memesan instrumen surat berharga pemerintah yang ditawarkan secara online, yakni SBR003, SBR004, SBR005, dan ST-002. Menurut data pemerintah, jumlah investor dari generasi Milenial (usia 19-39 tahun) mendominasi dengan porsi mencapai 51,74 persen dari total jumlah investor, atau sebanyak 7.209 investor.

Penetrasi sukuk memang belum sepopuler perbankan syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat literasi pasar modal syariah hanya 0,02 persen per 2016. Naik tidak signifikan dari 0,01 persen pada 2013. Sukuk pun hanya sebagian kecil dari instrumen modal syariah itu, disamping saham syariah.

Padahal, Undang-Undang Surat Berharga Negara Syariah (SBSN) sudah terbit bersamaan dengan UU Perbankan Syariah pada 2008. Kementerian Keuangan melalui menterinya saat itu, Sri Mulyani menggenjot peramuannya hanya dalam 3,5 bulan hingga menjadi UU.

Pada Februari 2008, UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN lahir. Bulan Agustus 2008, sukuk seri pertama diluncurkan. Waktu berlalu hingga kini 10 tahun kemudian, SBSN atau Sukuk Negara sudah menghasilkan capaian Rp 1.044 triliun per 28 Februari 2019.

Direktur Pembiayaan Syariah Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Dwi Irianty Hadiningdyah menyampaikan capaian tahun 2018 untuk sukuk sudah sebesar Rp 213 triliun dalam dua instrumen sukuk ritel saja. Tahun 2019, jumlahnya akan lebih besar karena ada lima sukuk yang ditawarkan pada masyarakat, ritel dan tabungan.

Direktur DJPPR Kementerian Keuangan, Luky Alfirman juga mengatakan pemerintah ingin membuat basis investor domestik menjadi lebih luas. Dengan demikian, pasar akan lebih dalam dan pondasi perekonomian bisa lebih kuat. 

"Kita ingin meningkatkan basis investor domestik sekaligus mengembangkan industri keuangan syariah," kata Luky dalam peluncuran sukuk ritel seri SR-011 pada Jumat (1/3) lalu.

Saat pasar modal domestik dikuasai oleh pemain atau investor lokal, maka ekonomi akan lebih stabil. Memperbanyak investor tentu harus dilakukan dengan memperbanyak pilihan investasi bagi mereka.

Tahun ini, Kementerian Keuangan akan meluncurkan 10 Surat Berharga Negara (SBN). Lima di antaranya berbasis syariah terdiri dari satu sukuk ritel dan empat sukuk tabungan. Peluncuran tersebut diharapkan menstimulus masyarakat untuk gemar berinvestasi.

Saat ini, salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi adalah besarnya kepemilikan asing di pasar dalam negeri. Ketika dana-dana asing keluar secara berbondong-bondong, ekonomi Indonesia rentan goyah, nilai tukar rupiah melemah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan investor domestik berperan menguatkan pasar dalam negeri ketika dana asing ramai-ramai keluar hingga puncaknya pada kuartal empat 2018. IHSG dan nilai tukar tidak jatuh terlalu dalam karena investor masuk melalui berbagai macam instrumen, termasuk saham, reksa dana, juga SBN.

Saat ini, gap porsi asing dibandingkan dengan porsi ritel masih cukup lebar. Kepemilikan investor asing di SBN mencapai Rp 935,11 triliun, sementara kepemilkan oleh investor ritel baru senilai Rp 72,53 triliun atau 7,75 persen dari total kepemilikan investor asing. 

Menurut persentase dari total SBN yang dapat diperdagangkan, kepemilikan investor asing mencapai 37,94 persen ada pun investor individu baru sebesar 2,94 persen. Sehingga, masuknya ritel bisa membawa harapan penguatan pasar modal Indonesia.

Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Bursa Efek Indonesia Risa Effennita Rustam menyampaikan portofolio investor Indonesia secara total sudah bertambah. Di bursa, tercatat sekitar 450 ribu identitas masuk menjadi 1,6 juta investor selama 2018.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam peringatan satu dasawarsa sukuk negara Oktober 2018 lalu menyebut SBSN memegang peran penting tidak hanya sebagai instrumen pembiayaan APBN, tetapi juga katalis perkembangan industri keuangan syariah. Baik di dalam negeri maupun dunia internasional.

"Kita ingin keuangan syariah bertumbuh karena ruang yang besar tercipta untuknya," kata dia. Indonesia adalah negara dengan jumlah Muslim mayoritas, 81 persen dari total penduduk sebanyak 264 juta jiwa per sensus 2017.

Skema syariah, kata Sri, merupakan suatu kebutuhan di Indonesia dan negara punya kewajiban menyiapkannya. Peningkatan jumlah penerbitan dan kontribusi Sukuk Negara terhadap pembiayaan APBN terus ditingkatkan setiap tahun.

Rata-rata sekitar 30 persen dari total pembiayaan Surat Berharga Negara (SBN) setiap tahunnya diharuskan meluncur dalam skema syariah. Selain itu, penerbitan Sukuk Global secara rutin sejak tahun 2009 telah berhasil memposisikan Indonesia sebagai the largest international sovereign sukuk issuer.

Sejak tahun 2013, pemerintah mulai mengembangkan Sukuk Negara yang dikhususkan untuk pembiayaan proyek, yaitu Project Financing Sukuk (Sukuk Proyek). Dalam kurun waktu 2013-2018, total alokasi Sukuk Proyek telah mencapai Rp 62,4 triliun yang tersebar di 34 provinsi. 

Proyek yang dibiayai melalui Sukuk Proyek di antaranya mencakup pembangunan jalan dan jembatan, pembangunan jalur kereta api, pembangunan proyek sumber daya air (bendungan, irigasi, penyediaan dan pengelolaan air tanah), pembangunan dan pengembangan gedung perkuliahan, pengembangan dan revitalisasi asrama haji, pembangunan dan rehabilitasi Kantor Urusan Agama dan Manasik Haji, pembangunan Taman Nasional (Baluran, Gunung Gede Pangrango, Aketajawe-Lolobata/Halmahera), pembangunan dan pengembangan madrasah, serta pembangunan dan pengembangan laboratorium.

Penerbitan Sukuk Negara untuk investor individu atau ritel Warga Negara Indonesia telah meluncur secara reguler sejak tahun 2009. Ini menjadi instrumen inklusi finansial yang efektif dan unggulan. 

Selama sepuluh tahun, total penerbitan Sukuk Ritel mencapai Rp 144,7 triliun dengan jumlah investor sebanyak 243.364 orang. Selain itu, penerbitan Sukuk Tabungan mencapai Rp 2,6 triliun dengan jumlah investor sebanyak 11.338 orang dan rata-rata nominal investasi mencapai Rp 228 juta per investor.

Pada tahun 2018, Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan Sovereign Green Sukuk di dunia. Hal ini merefleksikan dukungan dan kontribusi Indonesia dalam mengembangkan pasar keuangan syariah domestik maupun internasional.

 
Berita Terpopuler