Pengamat: Riset Harusnya Dikembangkan di Perguruan Tinggi

Pengamat menanggapi silang pendapat antara dua cawapres soal badan riset.

Republika/Prayogi
Cawapres no 01 KH Ma'ruf Amin dan Cawapres No 02 Sandiaga Uno serta Ketua KPU RI Arief Budiman saat debat Cawapres Pilpres 2019 di Jakarta, Ahad (17/3).
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan dari Center of Education, regulation, and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji menanggapi silang pendapat antara kedua calon wakil presiden dalam debat cawapres, Ahad (17/3). Ia mengatakan, riset seharusnya terletak di perguruan tinggi.

"Bukan masalah disatukan atau dipisahkan, riset itu harusnya terletak di perguruan tinggi," kata Indra kepada Republika.co.id, Senin (18/3).

Indra mengatakan, kedua cawapres harus memahami apa yang dimaksud dengan riset. Di negara lain, perguruan tinggi memiliki kegiatan utama menjalankan riset kemudian kegiatan keduanya untuk mengajar.  Pemerintah juga harus menyiapkan mekanisme yang tepat agar ilmuwan yang menjalankan riset bisa terlindungi. Perlindungan yang baik bisa meningkatkan produktifitas para ilmuwan.

"Di sisi lain, namanya riset, pasti banyak gagalnya. Apakah mekanismenya siap. Nanti dipikir fiktif, ilmuwannya malah masuk penjara nanti," kata dia lagi.

Untuk mengatasi hal ini, Indra menilai seharusnya hibah kampus diperbanyak untuk riset. Seleksi untuk riset juga harus terbuka dan menarik sehingga riset di perguruan tinggi bisa meningkat.

Sebelumnya, pada saat debat, kedua cawapres memiliki pandangan berbeda soal riset. Cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin mengatakan Indonesia membutuhkan penyatuan badan riset menjadi Badan Riset Nasional (BRN).

Sebaliknya, cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno menilai hadirnya BRN akan mempersulit birokrasi. Ia mengatakan, seharusnya yang dilakukan adalah kolaborasi antarinstansi yang sama-sama bertugas dalam riset.

 
Berita Terpopuler