Pemda Usulkan 250 Titik Sub Penyalur BBM Satu Harga

Jumlah penyalur yang mencapai 7.000 penyalur belum mencerminkan distribusi baik.

Pertamina
SPBU Satu Harga di wilayah Maluku Papua.
Rep: Intan Pratiwi Red: Friska Yolanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek BBM satu harga yang dicanangkan pemerintah saat ini ternyata belum berdampak signifikan bagi para warga yang berada di tempat terpencil. Sebab, meski sudah ada kehadiran SPBU di kabupaten, namun kerap kali jaraknya masih sangat jauh untuk bisa diakses.

Hal ini diakui oleh Kepala BPH Migas, Fanshuruallah Asa. Ia menjelaskan, satu SPBU di Jawa saja menjangkau sekitar kebutuhan masyarakat di rentang 35 kilometer. Namun, jika melihat di luar Jawa, seperti di Kalimantan dan Sulawesi, satu SPBU menjangkau sekitar 500 kilometer. Sedangkan di daerah tertinggal berentang 1.250 kilometer.

"Jadi, setelah evaluasi jumlah penyalur 7.000 sekian itu belum mencerminkan distribusi yang baik. Ini memang menjadi evaluasi kita," ujar pria yang akrab disapa Ifan, Selasa (1/1).

Ifan menjelaskan, keberadaan sub penyalur memang tidak mudah direalisasikan. Sebab saat ini pemerintah masih merumuskan skema seperti apa yang baik untuk menjamin distribusi pasokan.

"Kita evaluasi, karena iitu soal BBM subsidi. Kalau dia diangkut dari SPBU ke sub penyalur ini berpotensi di salah gunakan," ujar Ifan.

Untuk sementara waktu, pada 2018 kemarin setidaknya sudah ada 20 sub penyalur BBM satu harga yang berada di beberapa daerah yang memang memerlukan sub penyalur, seperti di Asmat, Maluku dan Saumlaki. Hanya saja, jumlahnya perlu ditambah pada tahun depan.

"Sekarang pemda yang mengajukan sekitar ada 250 titik sub penyalur. Nanti ini menjadi bahan evalusi kami di 2019 ini, setelah Juni, semua proyek BBM satu harga selesai di bangun," ujar Ifan.

 
Berita Terpopuler