Catatan Pribadi Sultan: Jaga Persatuan dan Tolak Zionisme

Karena ketegasannya itu, musuh-musuh Islam tak henti-hentinya merorong kekhalifahan.

Wikipedia
Sultan Abdul Hamid II
Rep: mg02 Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Turki Usmani adalah salah satu kesultanan yang memiliki sejarah paling panjang. Catatan-catatan lama dari para ahli sejarah telah mengurai kisah-kisah heroik dari kesultanan yang berpusat di Istanbul Turki ini. Salah satu satunya adalah perjuangan Sultan Abdul Hamid II dalam menjaga warisan umat Islam, tanah Palestina.

Ia bisa disebut sebagai benteng terakhir Turki Usmani dalam upaya menjaga persatuan dunia Islam. Menurut catatan New World Encyclopedy, Sultan Abdul Hamid II dilahirkan di Istanbul pada 21 September 1842. Nama lengkapnya adalah Abdul Hamid bin Abdul Majid bin Mahmud bin Abdul Hamid bin Ahmad.

Ayahnya adalah Sultan Abdul Madjid dan ibunya adalah Tir-i Mujgan Ka din Efendi yang berasal dari Sirkasia, sebuah wilayah yang terletak di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Ibunya meninggal saat Sultan Abdul Hamid II masih berusia tujuh tahun. Selepas kepergian ibunya, Abdul Hamid kecil diasuh ibu tirinya yang bernama Pristu Kadin.

Di lingkungan tempat tinggalnya, Abdul Hamid kecil dianggap sebagai anak yang lemah dan sering jatuh sakit. Hal itu membuat dirinya sekuat tenaga mempelajari segala macam disiplin ilmu untuk menutupi kekurangannya.

Di bawah didikan ayahnya secara langsung, ia tumbuh menjadi seorang remaja yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ia sudah mampu mengua sai bermacam bahasa pada usia muda. Di samping itu, ia dikenal senang membaca dan bersyair.

Lambat laun, stigma negatif tentang dirinya yang lemah dan gampang sakit mulai pudar. Masyarakat mulai mengakui keberadaannya sebagai sosok pribadi yang kelak akan menjadi orang nomor satu di Kesultanan Turki Usmani. Penilaian masyarakat di sekitar tempat tinggalnya bukan isapan jempol yang tak memiliki alasan. Sultan Abdul Hamid II dikenal sebagai sosok yang sangat cerdas dan peduli sesama.

Pada 1892 sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid II untuk mendapatkan izin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab dengan memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina. Mendengar jawaban seperti itu, kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Pada 1896 Theodor Herzl memberanikan diri untuk kembali menemui Sultan Abdul Hamid II sambil meminta izin mendirikan gedung di al-Quds. Permohonan itu kembali dijawab Sultan dengan penolakan tegas.Sesungguhnya, Daulah Usmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan tersebut. Sebab itu, simpanlah kekayaan kalian dalam kantong kalian sendiri, tegas Sultan.

Meski sudah ditolak hingga dua kali, Kaum Yahudi tak patah arang. Mereka kemudian melakukan usaha selanjutnya, yaitu dengan menggelar konferensi Basel di Swiss pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Kesultanan Turki Usmani.

Karena gencarnya aktivitas Zionis Yahudi, akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan pezia rah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan. Paspor Yahu di harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan, pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharam kan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada 1902 tanpa rasa malu Herzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Herzl kali ini untuk menyogok orang no mor satu kekhalifahan Islam tersebut. Di antara sogokan yang disodorkan Herzl adalah uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan; membayar semua utang Pemerintah Usmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling; membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank; memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan mem bangun Universitas Usmaniyyah di Palestina.

Namun, kesemuanya ditolak Sultan. Bahkan, Sultan tidak mau menemui Herzl dan hanya diwakilkan ke pa da Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan,Nasihati Herzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku.

Tanah itu adalah hak umat Islam. Sultan mengatakan, Umat Islam telah berjihad demi kepentingan Palestina. Mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi disilakan menyimpan harta mereka.Jika suatu saat kekhilafahan Turki Usmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya.

 
Berita Terpopuler