Inilah Pusat Perbelanjaan Favorit Pelancong di Istanbul

Istanbul memiliki sedikitnya tiga pusat perbelanjaan yang menjadi magnet bagi turis.

Republika/Arif Supriyono
Grand Bazaar di Istanbul, Turki merupakan salah satu pasar tertua di dunia.
Rep: Arif Supriyono Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Setiap kota besar di dunia selalu memiliki pusat perbelanjaan. Biasanya mereka memiliki mal-mal megah dengan segala fasilitasnya sebagai simbol pusat belanja modern saat ini. Banyak pula kota besar yang memiliki pasar tradisional sebagai pusat perbelanjaan yang terus berkembang hingga ini.

Itulah yang ada di Istanbul. Provinsi sekaligus kota terbesar di Turki dengan penduduk lebih dari 20 juta ini memiliki pasar atau pusat belanja sejak zaman dahulu kala yang sudah sangat dikenal pelancong dunia. Paling tidak ada tiga pusat belanja ternama di bekas ibu kota Turki di era pemerintahan Kesultanan Turki Usmani tersebut yang akan memanjakan Anda.

Grand Bazaar atau Kapali Carsi

Ini merupakan salah satu pasar tertua di dunia. Grand Bazaar dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II sekitar tahun 1455. Saat itu pasukan Sultan Mahmud II (Muhammed Alfatih) baru saja mengalahkan Kekaisaran Konstantinopel atau Byzantium.

Grand Bazaar lumayan besar. Saat ini Pasar Mesir mampu menampung sekitar 3.000 pedagang yang menempati kios utama dan beberapa gang di sekelilingnya. Ada 61 gang pasar yang mengelilingi gerbang utama. Di pintu masuk menuju gerbang utama, setiap pengunjung harus melalui pemeriksaan metal detektor.

Letak Grand Bazaar berada di Distrik Fatih, Kota Bayezit yang berdekatan dengan kawasan Masjid Sultan Ahmat (Blue Mosque) dan Museum Ayasofya (Hagia Sophia). Ornamen klasik memenuhi atap gerbang utama Grand Bazaar. Pasar ini buka sejak pukul 09.00 hingga tutup sekitar pukul 19.00. Kecuali hari besar dan Minggu, pasar ini buka setiap hari.

Jumlah pengunjungnya sangat banyak. Setiap hari bisa mencapai 300 ribu hingga 400 ribu orang. Pada tahun 2014, Grand Bazaar dinobatkan sebagai pasar dengan jumlah pengunjung paling banyak sedunia dalam setahun, yakni mencapai 91.250.000 orang.

Meski pasar ini senantiasa ramai, akan tetapi kondisi dan lingkungannya terjaga rapi dan bersih. Tak ada bau menyengat atau pemandangan jorok di sekelilingnya. Di sekitar kios-kios tampak kering dan tak ada genangan atau lantai becek yang mengganggu.

Dibanding pasar lain di Istanbul, harga barang di Grand Bazaar relatif lebih terjangkau. Harga satu kaos (t-shirt) sekitar 20 lira. Satu lira Turki setara dengan Rp3.200. Jika kita mau berjalan keluar gang pasar, maka akan menemukan harga yang lebih murah lagi, akan tetapi kualitas barangnya sedikit lebih rendah.

Wisatawan Indonesia sering menyambangi Grand Bazaar di Istanbul, Turki. Tak heran jika ada saja pedagang yang menawarkan dagangannya dalam bahasa Indonesia yang sepotong-sepotong. (Republika/Arif Supriyono)

Di beberapa kios, ada pedagang yang bisa sepotong-potong berbahasa Indonesia. Bisa jadi ini karena saking seringnya orang Indonesia belanja di sini. “Tujuh (dompet), seratus ribu. Tujuh, seratus ribu,” kata seorang pria tua penjual keliling yang menawarkan dompet khas Turki dalam bahasa Indonesia yang agak kagok. Pedagang ini bersedia menerima mata uang rupiah dan yang dikenal hanya pecahan Rp100 ribu.

Aneka produk ada di pasar ini, mulai dari garmen, perhiasan, kue/makanan, tas, sepatu, kerajinan, perhiasan, emas, perak, suvenir, dan lain-lain. Jangan segan menawar saat membeli di sini. Kalau haus dan ingin berhemat, beli saja air mineral ukuran sedang yang harganya hanya satu lira.

Sesuai namanya, Spice Market, gerbang utama pasar ini dipenuhi oleh pedagang rempah-rempah atau bumbu dapur. Selain bumbu khas warga Turki, ada pula rempah-rempah dari Rusia, Iran, dan beberapa negara lain.

Aroma khas pun menyebar dari kios rempah-rempah itu. Umumnya rempah yang dijual sudah dalam keadaan kering.

Pasar Mesir ini dibangun pada 24 Juli 1660 pada zaman Sultan Mahmud IV. Spice Market terletak satu kompleks dengan Masjid Baru (New Mosque atau Yeni Camii) yang ada di tepi jalan besar. Dengan arsitek Koca Kasim Aga (di bawah supervisi arsitek Mustafa Aga), pasar ini dibangun dari hasil pungutan pajak di Mesir. Itu sebabnya pasar ini bernama Misir Carsi (Pasar Mesir). 

Spice Market tak cuma menyediakan rempah-rempah. Tas, pakaian, perhiasan, kerajinan hingga suvenir pun marak dijajakan di pasar yang terletak di wilayah Eminonu ini.

Lokasi Pasar Mesir ada di wilayah Eminonu yang masih berdekatan dengan Distrik Fatih. Ada sekitar 90 toko rempah-rempah di kawasan pasar ini. Meski lokasinya tak seluas Grand Bazaar, lebih seribu pedagang lainnya bisa tertampung dan berjualan di Pasar Mesir. Ada penjual tas, pakaian, perhiasan, keramik, kerajinan, suvenir, arloji, makanan/kue, manisan, kopi, teh, sepatu, tas, ramuan tradisional, viagra, kacang, dan lain-lain.

Secara umum, harga barang di Pasar Mesir sedikit lebih mahal dari Grand Bazaar. Namun, kalau kita telaten berjalan ke gang-gang di pasar itu dan rajin menawar, tentu akan bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau.

Republika.co.id sempat membeli sajadah. Setelah menemukan motif yang saya pilih dan harganya 50 lira per lembar, saya pun menawar. Si penjual, Tuncay Ali, sempat melihat wajah saya dan bertanya: Indonesia? Saya pun mengangguk. Ia lalu menuding saya dan mengatakan,” Indonesia 40 lira”. Alhamdulillah, akhirnya saya dapat potongan 10 lira per sajadah.

Pusat belanja ini berada di distrik Beyoglu, kasawan Taksim, Istanbul. Ini kawasan pertokoan modern yang berjajar di sepanjang kiri-kanan jalan raya. Kawasan ini namanya Jalan Istiklal (Istiklal Street) atau Istiklal Avenue.

Pertokoan Jalan Istiklal ini panjangnya sekitar 1,4 km. Jalan raya itu memang diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Hanya mobil pengangkut barang-barang ke toko saja yang diperkenankan masuk atau kendaraan yang melintas dari gang ke gang yang memotong Jalan Istiklal. Di akhir pekan, jumlah pengujung kawasan ini sering mencapai 3 juta orang.

Gedung-gedung atau bangunan model neoklasik mengelilingi jalan ini. Jalanan ini diapit oleh Galata Tower di sisi Selatan dan Taksim Square (Monumen Republik) di sisi Utara. Monumen Republik dibuat untuk memperingati berdirinya Republik Turki pada 1923 setelah tumbangnya era kesultanan.

Pelancong dapat mencapai Istiklal Street, Istanbul, Turki, dengan menggunakan trem.

Kendaraan yang boleh melaju di jalan ini hanyalah trem (satu kereta) yang memang melayani pengunjung dengan rute ulang-alik (commuter). Jalur trem tepat berada di tengah-tengah jalan.

Di pertokoan itu, semua barang bermerek bisa dijumpai. Harga-harga barang di sini lebih mahal daripada di Grand Bazaar atau Pasar Mesir. Hampir semua komoditas ada di kawasan ini, termasuk kue dan makanan.

Tampak pula pengamen yang terdiri atas tiga orang sedang beraksi di pinggir jalan. Beberapa orang terlihat ikut menikmati dengan berdiri di dekatnya sembari mendengarkan alunan musiknya.

Selain toko garmen, arloji, perhiasan, elektronik, bioskop, dan restoran, ada pula toko olahraga dan alat musik. Tatkala saya mencoba masuk toko Adidas dan menanyakan ada-tidaknya kostum klub sepak bola terkenal dari Istanbul, Galatasaray, petugas menggelengkan kepala.

“Adidas tidak menjadi sponsor Galatasaray sehingga kostum atau jersey Galatasaray tidak kami jual. Hanya semua klub atau timnas yang ditaja (disponsori) Adidas saja yang kostumnya ada di sini,” kilah N Buruk, penjaga toko tersebut.

Saya lalu mencari toko yang menjual kostum klub langganan juara di Liga Utama Turki tersebut. Ternyata saya malah menemukan toko Galatasaray. Semua barang yang dijual terkait dengan klub Galatasaray: kaos, celana, jaket, suvenir, bola, topi, dan lain-lain. Sama sekali tidak ada produk lain. Bahkan saat saya menanyakan kostum sepak bola timnas Turki pun, petugas menjawab tidak ada.

 
Berita Terpopuler