Pengamat: Banyak Usulan TGPF Tapi tak Ditanggapi, Ada Apa?

Kasus penganiayaan Novel berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi

Republika/Ronggo Astungkoro
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan usai melaksanakan ibadah shalat Isya di Masjid Jami Al-Ihsan, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (22/2).
Rep: Arif Satrio Nugroho Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Novel Baswedan telah kembali ke Indonesia pada Kamis (22/2). Pengamat Kepolisian dan Kriminolog Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar menilai, hal ini seharusnya bisa mendorong kepolisian untuk menuntaskan kasus penyerangan Novel.

"Banyak pihak mendesak ke presiden agar dibuat TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta), namun hingga kini tidak ditanggapi. Ada apa ?" kata Bambang kepada Republika.co.id, Jumat (23/2).

Hal ini, lanjut dia, menununjukkan polisi belum mampu memilah milah kasus besar yang perlu diselesaikan secara prioritas. Namun, mengingat tekanan publik cukup besar untuk penuntasan kasus ini, seharusnya kasus ini menjadi prioritas.

"Sebab kasus Novel Baswedan berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yang katanya menjadi prioritas untuk membangun sistem pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif) yang bersih," kata Bambang menjelaskan.

Menurutnya, tidak mungkin kasus penyerangan Novel Baswedan ini kasus kecil. Di balik penyiraman air keras ke Novel Baswedan disebutnya ada aktor intelektual. Karena itu, pengungkapan kasus ini harus adil. Jangan hanya pelaku di lapangan yg dikorbankan.

Sementara dari kepolisian, masih percaya diri dapat menyelesaikan kasus ini, meskipun telah sepuluh bulan berlalu sejak Novel diserang. Polri menilai kepulangan Novel dapat mendukung penyidikan kasus penyerangan yang mengakibatkan Novel harus menjalani perawatan intensif di Singapura.

 
Berita Terpopuler