Software Bajakan Langgar Hak Intelektual Pemegang Hak Cipta

ITP NET
Pembajakan software (ilustrasi)
Rep: Desy Susilawati Red: Winda Destiana Putri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Widyaretna Buenastuti, Juru Bicara Pusat Integritas Digital Asia (ACDI) mengatakan Indonesia telah lama menjadi salah satu negara di dunia yang paling rentan terhadap serangan siber. Mengingat pengguna internet di Indonesia saat ini telah melampaui 130 juta pengguna.

Tak heran jika Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) melaporkan bahwa ada peningkatan serangan siber sebesar 50 persen pada tahun 2016 dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, lanjutnya, menurut sebuah studi terbaru tahun 2017 oleh Fakultas Teknik Universitas Nasional Singapura (NUS), risiko keamanan siber dari Perangkat Lunak Palsu/Bajakan, menemukan bahwa 92 persen komputer baru dan tidak terpakai yang berperangkat lunak bajakan yang terpasang di Asia Tenggara, sudah terinfeksi dengan malware.

"Sampel komputer ini dibeli dari vendor yang diketahui menjual perangkat lunak palsu atau bajakan," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (23/10).

Sementara Brigjen Pol. Agung Setya dari Direktorat Tipideksus Bareskrim Mabes POLRI mengatakan, jika perusahaan memperoleh Piagam Software Asli ini, tentunya akan meningkatkan laju aktivitas bisnis yang saat ini semua prosesnya bisa dikontrol secara digital. Maka software asli harus menjadi pilihan utama perusahaan.

"Software bajakan itu melanggar hak intelektual pemegang hak cipta dan hak konsumen. Hak ini yang perlu dilindungi."

Perlindungan ini penting supaya masyarakat merasa terus terlindungi. Dan kita pengguna juga merasa aman, sehingga terhindar dari penggunaan software palsu. Memang sulit membedakan software asli dan palsu. Untuk itu Kepolisian terus menggandeng stake holder terkait untuk terus meredam peredaran barang palsu.

"Karena kami bekerja berdasarkan delik aduan. Tidak bisa serta merta melakukan penindakan, kendati infrastruktur siber yang dimiliki kami memungkinkan itu," katanya seraya menambahkan bahwa para pelaku pembajakan memang menghendaki tidak ada kolaborasi aparat dalam menumpas barang palsu, sehingga pergerakan mereka lebih bebas.

 
Berita Terpopuler