Politik Dinasti Dinilai Membuat Potensi Korupsi Semakin Kuat

Rakhmawaty La'lang/Republika
Aksi antikorupsi (ilustrasi)
Rep: Umar Mukhtar Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Robert Endi Jaweng menyatakan fenomena dinasti politik yang terjadi di sejumlah daerah ibarat fenomena desentralisasi yang sentralistik. "Sesungguhnya diharapkan terjadi penyebaran (pembangunan), fakta mengatakan terjadi penggumpalan (kekuasaan)," ujar di Jakarta, Sabtu (7/1).

Penggumpalan kekuasaan di tingkat daerah itu, kata Robert, merupakan sentralisasi yang terjadi di tingkat lokal yang berbasiskan pada jejaring yang kuat. Jejaring ini juga yang membuat potensi korupsi itu makin kuat. Dari desentralisasi kekuasaan membentuk desentralisasi korupsi.

"Desentralisasi kekuasaan kemudian diikuti oleh desentralisasi korupsi," ujar dia. Terlebih menurut Robert, jika dinasti politik itu terjadi di daerah yang memang pengawasan dari masyarakatnya terbilang lemah.

Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kepala daerah yang korupsi. Hingga akhirnya, diketahui, daerah yang terkena OTT KPK itu dipimpin orang yang masih ada hubungan keluarga dengan kepala daerah sebelumnya.

Ia berkata, kondisi inilah yang menurut KPK rentan terjadi korupsi. Misalnya dalam kasus Kota Cimahi dan Kabupaten Klaten.

 
Berita Terpopuler