Natasha: Aku Merasa Alquran Khusus Diciptakan untukku

Courtesy Onislam.net
Mualaf (Ilustrasi)
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergolakan keyakinan, telah berulang kali dialami oleh ibu rumah tangga berdarah Kostarika ini. Ia lahir dari orang tua yang berbeda agama. Ibunya Kristen dan ayahnya Yahudi. Hingga usianya 12 tahun, ia dibesarkan dengan didikan Kristen. Ia rajin membaca Injil, bahkan hingga tuntas.

Ia sengaja melakukannya karena ia tidak ingin bersikap setengah-setengah. Selain membacanya, ia juga berusaha memahami apa yang ditulis dalam kitab suci Kristen tersebut. Beberapa hal mengusiknya, salah satunya adalah frasa yang dibacanya dan kira-kira berisi, “Janganlah sekali-kali kau berdoa selain pada Allah yang mahakuasa.”

Saat membaca kalimat tersebut, ia pun terkejut. “Jadi, selama ini aku berdoa kepada Yesus itu salah? Berarti selama ini aku berdosa karena berdoa bukan pada Tuhan yang sebenarnya?” katanya. Ia sadar, lalu beralih ke agama ayahnya, Yahudi.

Karena Natasha memang anak yang rajin, ia pun segera menghadiri banyak acara keagamaan Yahudi. Hingga akhirnya, ia pun setuju untuk masuk Yahudi sepenuhnya meski keputusan ini ditentang hebat ibunya.

Ketika berusia 20 tahunan, ia berkesempatan untuk mengunjungi Palestina. Ia bahkan berfoto di depan Masjid Al-Aqsa, tapi momentum itu belum berarti apa pun baginya karena ia belum mengenal Islam. Ia hanya berpikir ketika itu telah berpose di depan sebuah bangunan indah dan katanya bersejarah.

Perjalanan hidupnya kemudian berlanjut ke Amerika. Ia tinggal di New York, menikahi Yahudi ortodoks, dan memiliki anak. Ia berusaha menjadi penganut Yahudi yang taat, tapi orang-orang di komunitasnya tak sepenuhnya menerimanya karena ibunya bukanlah Yahudi.

“Sebenarnya, aku merasa ada yang mengganjal selain hal itu, tapi aku tak tahu apa itu, sehingga ya sudah, aku lanjutkan saja hidupku,” katanya, dilansir dari aquila-style.com.

Masa sedih mulai menggelayutinya. Ia dihadapkan pada perceraian dan kemudian pindah ke Kalifornia. Ia masih Yahudi, tapi di sini ia mulai bergaul dengan orang-orang baru, banyak di antaranya orang Mesir yang selalu ramah dan menjadi teman baiknya. Dari sinilah ia mengenal Islam.

Salah satu orang Mesir yang menjadi sahabat baiknya bernama Omar. Pria ini sering menceritakan tentang sosok Nabi Muhammad SAW. Selain itu, ia rajin shalat. Pria ini juga bercerita bahwa ia memiliki teman mualaf.

Namun, cerita ini belum menggugah keinginan Natasha. Ia hanya mendengarkan penjelasan Omar sambil lalu. “Aku benar-benar tak tahu Islam itu seperti apa. Yang aku tahu hanyalah bahwa Muslim dilarang menikah dengan yang tidak seagama,” ujarnya.

Hubungan Natasaha dengan Omar semakin dekat. Tapi, ia belum mau masuk Islam, bahkan tak punya niat. Omar pun mengalah, mengatakan bahwa mereka berdua mungkin tetap bisa menikah meski Natasha tetap Yahudi asalkan anak-anak mereka dibesarkan dengan ajaran Islam.

Hal yang menakjubkan pun terjadi padanya. Shane, anak dari pernikahan sebelumnya, justru lebih dulu tertarik dengan Islam dan meminta izin padanya untuk belajar shalat dengan Omar. “Saat melihat mereka berdua shalat berjamaah, ada rasa yang luar biasa yang aku rasakan, rasa damai dan begitu tenang di sanubari dan ruangan tersebut,” jelasnya.

Selama ini, memang ada rasa gengsi padanya karena dari awal ia tak mau mengubah imannya. Ia juga tak mau bertanya apa pun tentang Islam pada Omar.

Sewaktu Omar pulang kampung ke Mesir selama empat bulan. Momen ini dimanfaatkannya untuk mencari tahu tentang Islam sebanyak-banyaknya. Internet menjadi tumpuan hatinya untuk mendapatkan informasi yang benar tentang Islam.

Ia rajin mengunjungi laman Why Islam dan para pengelolanya menyambutnya dengan baik. Ia kemudian diberikan Alquran lengkap dengan terjemahan bahasa Spanyol. “Seingatku, Alquran itu aku terima tepat sebelum Ramadhan 2005,” ujarnya.

Dengan bersemangat ia pun mulai membaca lembar demi lembar isi Alquran. Ia pun sangat kagum dengan cara penulisan pegangan hidup umat Islam ini. “Cara penulisannya berbeda dengan Injil yang berbentuk cerita, Alquran justru disusun dengan cara yang berbeda, tapi nyaman saat membacanya,” katanya.

Alquran tersebut selalu dibawanya setiap saat. Ia terus membacanya setiap waktu, di mana pun, di mobil, saat makan siang, di rumahnya ketika malam hari, hingga akhirnya ia sampai pada titik bahwa inilah keyakinan yang selama ini ia cari.

“Aku merasa Alquran diciptakan khusus untukku, seperti ada seseorang yang sedang berkata langsung padaku dan bisa menjelaskan hal-hal dengan gamblang,” katanya.

Setelah mendapatkan hidayah tersebut, ia kemudian menghubungi lagi pengelola laman Why Islam. Kemudian ia pun dijadwalkan untuk berkunjung ke sebuah masjid dan diberikan penjelasan oleh imamnya.

Pria yang mengantarnya tersebut kemudian mengajukan pertanyaan padanya. “Apakah Anda percaya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah? Apakah Anda percaya dengan surga dan neraka? Apakah Anda percaya dengan hari kiamat? Apakah Anda percaya bahwa malaikat itu ada?” Dan, untuk semua pertanyaan tersebut ia menjawab dengan satu kata mantap, “Ya!”

Pria tersebut kemudian berkata, “Baik, jika Anda percaya itu semua, maka Anda adalah Muslim, mengapa Anda tidak juga bersyahadat?” Pertanyaan tersebut menggugah hatinya, setelah mengajukan beberapa pertanyaan, ia kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat. Sepulangnya dari masjid, ia pun diberikan bekal Alquran, kerudung, juga banyak buku-buku dan video tentang Islam.

Rasa gengsinya pada Omar masih ada dalam hatinya. Natasha bercerita ke Omar bahwa ia kini telah menjadi bagian dari Muslim. Hingga suatu hari, mau tak mau ia membutuhkan pertolongan dalam melafalkan sebuah surah dari rekaman CD yang ia dapatkan. Omar saat itu merasa sangat bahagia pujaan hatinya sudah ditunjukkan pada jalan kebenaran.

Akhirnya, mereka kemudian meresmikan hubungan tersebut dalam ikatan pernikahan yang acaranya dilangsungkan di Masjid Anaheim, Kalifornia. Anak-anaknya pun kemudian setiap Ahad dimasukkan dalam sekolah Islam, juga banyak menghadiri berbagai acara-acara Muslim. “Aku merasa ikatanku dengan Islam semakin kuat dan membuat hidupku jauh lebih indah,” katanya.

Islam telah membuat hidupnya jauh lebih indah dengan kedamaian dan ketenangan yang selalu ia rasakan. Ia kemudian mengambil sebuah keputusan yang sangat tepat untuk lebih memperindah dirinya, yaitu memakai jilbab yang mempercantik parasnya.

 
Berita Terpopuler