Sejarah Hari Ini: Tragedi Tiananmen Dimulai

storiesbywilliams.com
Ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat Cina melakukan aksi unjuk rasa di lapangan Tiananmen Beijing
Rep: Puti Almas Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, Rangkaian demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa di Lapangan Tiananmen, Beijing, Cina pada awalnya ditujukan untuk mengkritik ketidakstabilan ekonomi dan korupsi di negara itu. Namun, perlahan aksi ini merembet menjadi unjuk rasa pro-demonstrasi. Mereka memperotes Pemerintah Cina yang menganut rezim otoriter.

Pada 3 Juni 1989,  pasukan tentara Cina mencoba mengusir para demonstran dan kembali mengambil alih Lapangan Tiananmen. Segala tindakan keras dimulai pada saat itu, hingga satu hari setelahnya, ratusan orang tewas dan ribuan lainnya ditangkap dab tuduh membangkang pemerintah.

Sebelumnya, aksi unjuk rasa dimulai pada April di tahun yang sama. Saat itu, kematian Hu Yaobang, seorang mantan kepala Partai Komunis yang mendukung reformasi demokrasi memicu banyak orang menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah.

Pada 22 April, peringatan resmi atas kematian Hu digelar di Aula Besar Tiananmen. Mahasiswa saat itu menuntut untuk bertemu dengan Perdana Menteri Ciba Li Peng. Pemerintah Cina menolak tuntutan tersebut dan melakukan boikot terhadap seluruh universitas di dalam negara itu. Pada 20 Mei, darurat militer di Beijing diumumkan.

Hingga 3 Juni, pemerintah dikatakan hendak bernegosiasi dengan para demonstran untuk mengakhiri unjuk rasa. Namun, militer justru diminta melakukan tindakan keras yang dikenal dengan sebutan Pembantaian Tiananmen. Setelah peristiwa itu, sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS) dan negara Barat lainnya memberi sanksi ekonomi terhadap Cina.

Di Prancis, Duke Windsor atau sebelumnya dikenal sebagai Raja Edward VIII di Inggris dan Britania Raya menikah dengan Wallis Warfield, seorang perempuan berstatus janda dari Amerika Serikat (AS). Pernikahan yang membuatnya harus kehilangan tahta raja tersebut berlangsung pada 3 Juni 1937.

Edward merupakan anak tertua dari Raja George V. Ia lahir pada 1896 dan mulai meneruskan tahta kerajaan secara resmi mulai 1910.

Selama Perang Dunia I, ia menjabat sebagai staf perwira. Pada 1920, Edward memulai perjalanan ke sejumlah negara lain dengan menyandang gelar sebagai seorang Pangeran Wales.

Hingga mendekati usia 40, Edward tak kunjung menikah. Namun, saat itu ia bertemu dengan sejumlah sosialita yang sering kali datang saat acara Fort Belvedere. Ia pun melihat Wallis dan langsung jatuh cinta dengannya.

Wallis saat itu adalah istri dari pengusaha Inggris-AS, Ernest Simpson. Ia tinggal di London karena mengikuti sang suami. Sebelumnya, ia juga pernah menikah dengan pilot, namun bercerai.

Pihak keluarga kerajaan menentang keinginan Edward menikah dengan Wallis. Namun, pada 1936 ia semakin bersikeras dan berencana untuk menyampaikan niatnya pada raja.

Meski demikian, hal itu tak dapat terwujud karena Raja George V meninggal, tepatnya pada 20 Januari 1936. Edward kemudian secara resmi menggantikan posisi ayahnya sebagai raja.

Saat itu, Edward tetap menjalin kasih dengan Wallis. Pihak keluarga terus melakukan penentangan. Salah satunya adalah dengan alasan dalam hukum gereja Inggris, serta politisi negara itu tak membenarkan perempuan Amerika dan pernah menikah dua kali menjadi Ratu Inggris.

Edward yang bersikeras menikahi Wallis kemudian mengusulkan pernikahan morganatic. Ia kemudian mengajukan hak pangkat bagi calon istrinya itu. Namun, hal ini ditolak oleh Perdana Menteri Inggris Stanley Baldwin.

Skandal Edward yang hendak menikahi Wallis tersebar di media cetak. Hal ini membuat Parlemen Inggris secara terbuka memutuskan bahwa ia harus turun dari tahta raja yang telah dimilikinya selama lebih kurang 325 hari.

Pada 3 Juni 1916, Presiden Amerika Serikat (AS) Woodrow Wilson menandatangani Undang-undang Pertahanan Nasional di negara itu. Undang-undang ini memperluas wewenang Garda Nasional, jaringan milisi yang telah berkembang sejak jaman kolonial dan berstatus sebagai pasukan cadangan.

Sebelum itu, pada masa Perang Dunia I banyak pihak yang meminta AS untuk ikut intervensi. Namun, Wilson memilih berada dalam posisi netral beberapa tahun pertama perang dimulai.

Beberapa saat setelahnya, Pasukan Angkatan Darat AS serta Garda Nasional meminta pemerintah untuk mengizinkan serangan pada pemberontak Meksiko, Panco Villa. Hal ini karena Villa melakukan tindakan sewenang-wenang di beberapa negara bagian barat daya AS.

Dengan demikian, Wilson memperkuat Undang-undang Pertahanan Nasional AS. Dalam undang-undang yang diratifikasi pada Mei 1916, milisi negara berada di bawah kontrol federal dan presiden memiliki otoritas untuk memobilisasi Garda Nasional saat keadaan darurat atau perang.

 
Berita Terpopuler