Tiga Fatwa 'Nyeleneh' di Arab Saudi yang Diralat

ROL/Sadly Rachman
Suasana Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi
Red: Nasih Nasrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena meralat fatwa, jamak berlaku di publik Arab Saudi. Separuh abad yang lewat, muncul beragam fatwa-fatwa yang kontroversial.

Misalnya saja, 50 tahun yang lalu, pernah keluar fatwa yang menyatakan hukum haram bermain sepeda ontel. Pengharaman tersebut dipicu anggapan bahwa bersepeda bisa melalaikan seseorang dari ibadah kepada Allah SWT.

Namun, seiring bergulirnya waktu, fatwa tersebut pun diralat. Menaiki sepeda ontel tak lagi haram, hanya saja, si pengendara kendaran roda dua itu, diwajibkan mengantongi surat izin mengendara dari imam masjid di wilayah terdekat.  

Koreksi fatwa juga meliputi ragam perkembangan teknologi. Fatwa haram pernah tertuju pada penggunaan radio, televisi, baik dari segi siaran hingga menikmati siaran demi siaran dari kedua media elektronik itu.

Hukum haram juga pernah dijatuhkan atas penggunaan ponsel yang dilengkapi dengan fitur kamera. Lambat laut, merespons perkembangan zaman yang tak terbendung dan kompleksitas serta tuntutan zaman, fatwa-fatwa itu pun akhirnya diralat.

Hukum yang semula haram akhirnya dikoreksi menjadi mubah. Fenomena ini nyatanya juga masih terjadi pada dekade terakhir.

Redaksi mencoba merangkum sebagian koreksi dan ralat fatwa yang pernah dikeluarkan oleh sejumlah ulama Arab Saudi beberapa tahun mutakhir. Berikut di antaranya:

  

Fatwa yang dikeluarkan oleh almarhum Syekh Abdullah bin Jabarain itu merujuk pada pendapat klasiknya sendiri bahwa, nasab para keturunan Rasulullah tersebut tidaklah kuat, karena mereka tidak menyambung langsung kepada Rasulullah.

Atas dasar inilah, para keturunan Rasul tersebut, boleh menerima zakat dan sedekah. Tak elak, fatwa ini pun menuai kecaman dari publik Arab Saudi, bahkan di kawasan Timur Tengah.

Setelah banjir kritik dan masukan dari para habaib, tokoh yang wafat di Riyadh pada 13 Juli 2009 ini meralat fatwanya.

Secara ringkas, dalam intisari klarifikasi yang disampaikan pada 2007 ia menegaskan bahwa ia tak bermaksud mencederai satu pun keturunan Rasul dari fatwanya tersebut dan tak satupun boleh mencelanya.  

Ia menegaskan ahlulbait Rasul adalah keturunan dari keluarga yang mulia di atas permukaan bumi. Nasab mereka terjaga hingga sekarang. Ia pun meminta maaf terhadap sejumlah pihak yang tersakiti akibat fatwanya tersebut.

Fatwa langka ini muncul pada 2008 dari seorang ulama pendakwah asal Suriah yang berdomisili di Arab Saudi, yaitu Syekh Muhammad al-Munjid.

Logika hukum yang digunakan sangat simplifikatif, hanya karena Mickey adalah tikus, dan tikus najis menurut Islam. Fatwa tersebut memicu polemik, bahkan hingga mancanegara.

Isu ini menjadi sorotan media televisi internasional selama tiga hari berturut-turut, terutama di Amerika, seperti FOX, NBC, dan ABC.

Sang Ulama pun buru-buru mengoreksi dan meralat fatwanya. Ia berkelit Mickey Mouse bukanlah yang ia maksud dalam fatwanya. Apalagi tokoh itu hanyalah fiktif dan kartun yang tak memiliki darah atau nyawa sehingga layak dibunuh.

Barangkali fatwa yang menghangat pada Maret 2014 ini menjadi satu-satunya fatwa teraneh yang pernah muncul di dunia Islam.

Fatwa yang dikeluarkan oleh dai Arab Saudi, Syekh Yusuf al-Ahmad itu, merekomendasikan renovasi Ka’bah agar dibangun ruang thawaf khusus yang mencegah terjadinya percampuran lelaki dan perempuan (ikhtilath).

Tak butuh waktu lama, hanya selang dua hari, Syekh Yusuf bergegas meralat fatwanya. Meski ia tetap berkukuh pentingnya memperluas lokasi thawaf dan sai.

Ia pun mengancam akan memidanakan penentang fatwanya atau mereka yang masih menyebarkan fatwa lamanya di media. 

 
Berita Terpopuler