Kreatif! Wirausaha Ini Ubah Koran Bekas Jadi Uang Ratusan Juta

?Pengunjung mengerjakan kerajinan tangan dari koran bekas pada Pameran Pekan Lingkungan Hidup di JCC,Jakarta, Ahad (21/6). (Republika/Tahta Aidilla)
Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, Harga koran bekas jika dijual hanya Rp 2.000 per kg. Namun, di tangan Risdani Yasir, guru Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, benda kurang bernilai jual ini, harganya bisa naik 15 kali lipat setelah diolah menjadi bahan baku pernak-pernik cantik.

Kini produk buatan tangan Risdani itu telah menembus pasar Australia dan sekaligus memberdayakan penduduk Asahan dan beberapa kota di Indonesia. Keputusan Risdani mengolah koran bekas ini melalui proses panjang sejak 2009.

Awalnya, ia ingin mendapatkan bahan baku yang mudah didapat dan diproses menjadi kerajinan tangan. Mula-mula, ia mengolah eceng gondok, namun tumbuhan liar ini sudah jarang di kampungnya, Desa Kisaran, Asahan. 

"Eceng gondok, bahan bakunya bagus, mudah dibentuk karena seratnya mudah dilusuhkan. Tapi, persoalannya, tidak banyak di Asahan. Masak saya harus mengimpor dari luar Asahan," kata ayah empat anak ini.

Tak mau berputus asa, ia pun menggunakan pelepah pisang.

"Sejak awal tujuan saya memberdayakan masyarakat sekitar, saya pikir jika lama begini, mereka pasti tidak tahan," ujar pria kelahiran Desa Kisaran, Asahan, 1 Oktober 1973 ini.

Lantaran menemukan jalan buntu menggunakan bahan baku dari tumbuhan, akhirnya Risdani mencoba barang-barang bekas, seperti botol bekas, paralon, styrofoam, dan lainnya.

"Saya ingat betul, istri sempat marah-marah karena bawa-bawa sampah ke rumah," kata Risdani.

Dalam proses mencari bahan baku itu, akhirnya perhatian Risdani tertuju pada koran bekas yang menumpuk di kediamannya.

Setelah dicoba, ternyata tekstur koran ini mudah dilusuhkan dan dibentuk, sehingga dapat memenuhi keinginannya untuk membuat pernak-pernik perabotan rumah tangga. Beragam produk dibuat mulai diciptakan, seperti guci, sendok, panci, cangkir, teko, dan lainnya.

Tak puas sebatas memanfaatkannya sendiri, ia pun mengajarkannya kepada anak didiknya di MAN Asahan pada tahun yang sama.

Hasilnya cukup mengejutkan, beragam produk unik dan cantik buah karya anak asuhnya mulai dicari pasar. Hasilnya, pemanfaatan koran bekas ini juga yang menjadikan MAN Asahan meraih penghargaan tingkat nasional Adiwiyata 2015 atas kepedulian terhadap lingkungan.

Keberhasilan menembus pasar ini, membuat Risdani percaya diri menularkan kebisaannya itu kepada warga kampungnya, Desa Tanjung Asri Kabupaten Asahan. Awalnya, ia sempat ragu karena khawatir tidak mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat.

Namun, ia senang karena 20 orang penduduk yang diajarkan akhirnya bersedia meyuplai bahan baku untuk produk buatannya.

"Saya ajarkan sebentar, mereka langsung bisa. Saya katakan, berapa pun yang dibuat, akan saya beli, karena pasarnya ada. Besoknya saya datang lagi, dan ternyata sudah ada yang buat tali berbahan koran dengan diameter 1 cm, sepanjang 70 meter," kata dia.

Risdani meminta warga membuat tali berbahan koran yang dihargai Rp 500 rupiah per meter, sedangkan untuk membuat tali sepanjang 70 meter hanya membutuhkan 1 kg koran bekas.

"Ketika saya datang itu, sudah ada yang langsung menerima uang Rp 35 ribu dari saya. Malahan, setelah berjalan satu pekan ada warga yang bisa membuat 2.000 meter atau mendapatkan penghasilan sekitar Rp 1 juta," katanya.

Lantaran mampu memberikan keuntungan bagi warga setempat, ajakan Risdani ini pun menyebar luas dan tidak sebatas di Kabupaten Asahan.

Kegiatan itu meluas ke provinsi lain, sehingga terbentuklah kelompok usaha di Padang, Makassar, Palembang, dan Wakatobi dengan serapan mencapai 100 orang sebagai penyuplai bahan baku.

Model usaha yang ditawarkan Risdani ini cukup diminati, karena relatif mudah dan dapat dikerjakan sendiri tanpa menggunakan alat khusus. Warga hanya diminta membuat tali berdiameter 1 cm berbahan koran.

"Saya katakan, ini mudah sekali. Apa pun yang ada di rumah bisa dibuat duplikatnya dari koran. Jadi lihat saja benda-benda yang ada di rumah, jika guci tidak bisa digantung maka jika berbahan koran maka hal itu bisa dilakukan, ini uniknya," kata dia.

Hingga kini Risdani telah memiliki 30 item pernak-pernik dengan harga Rp 4.000 hingga Rp 200 ribu yang dipajang di gerai miliknya, Dapur Kreasi Daur Ulang Risarepanga, dengan memperkerjakan sembilan orang.

Untuk menyerap produk buatan rekannya yang tersebar di seluruh Indoneia itu, Risdani sama sekali tidak khawatir karena telah bekerja sama dengan reseller di seluruh kota.

Sejauh ini, permintaan relatif terjaga, termasuk dari Green Teacher Australia, yakni komunitas guru yang peduli pada lingkungan dan mulai memesan sejak 2012.

Setelah memulainya pada 2009, ia sudah meraup omzet sekitar Rp 300 juta untuk pasar nasional dan Rp 100 juta untuk pasar luar negeri. Sementara, dari total omzet itu, keuntungan bersih yang diperolehnya sekitar 25 persen.

Lantas dengan pundi-pundi uang yang sudah dihasilkan itu, mengapa Risdani masih mau menjadi guru?.

Menurutnya, ini sesuatu yang berbeda karena menjadi guru merupakan bentuk pengabdian.

Ia bercita-cita, bukan hanya mendidik siswa secara keilmuan sesuai dengan kepandaian yang dimiliki yakni bidang lingkungan hidup, tapi juga mengajarkan anak asuhnya cara berwirausaha.

"Justru saya berpikir, jika saya berhenti, siapa yang akan meneruskan untuk mengajar siswa di sekolah. Saya ingin siswa ini sendiri yang akhirnya tertarik untuk berwirausaha, seperti saat ini sudah ada dua siswa yang menjadi penyuplai bahan baku, dan uang yang diperoleh untuk membiayai sekolah," kata dia.

 
Berita Terpopuler