Masuknya Islam di Pulau Sulawesi (2)

wordpress.com
Pelabuhan Paotere, salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo dulu yang masih bertahan dan merupakan bukti peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo sejak abad ke-14.
Rep: Nidia Zuraya Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, Tahapan kedua, Islam secara resmi diterima oleh Raja Gowa-Tallo pada malam Jumat, 9 Jumadil Awal 1014 H atau bertepatan dengan 22 September 1605 M yang ditandai dengan kedatangan tiga orang datuk yang berasal dari Kota Tengah, Minangkabau.

Di antara para bangsawan yang pertama menerima Islam, menurut Lontara, adalah Mangkubumi Kerajaan Gowa yang juga menjabat sebagai Raja Tallo, bernama I Malingkaang Daeng Nyonri atau Karaeng Katangka yang kemudian mendapatkan nama Islam Sultan Abdullah Awwal al-Islam.

Pada saat yang sama, Raja Gowa ke-14 Manga’rangi Daeng Manrabia juga menyatakan keislamannya yang kemudian diberi nama Sultan Alauddin.

Agama kerajaan

Setelah itu, terjadi koversi ke dalam Islam secara besar-besaran yang ditandai dengan keluarnya dekrit oleh Sultan Alauddin pada 9 November 1607.

Dekrit itu berbunyi: “Kerajaan Gowa-Tallo menjadikan Islam sebagai agama kerajaan dan seluruh rakyat yang bernaung di bawah kerajaan harus menerima Islam sebagai agamanya.”

Penerimaan Islam di wilayah Gowa yang berlangsung secara damai tersebut kemudian mulai menimbulkan masalah ketika raja Gowa menyerukan agar kerajaan-kerajaan tetangga untuk memeluk Islam.

Tiga kerajaan Bugis yang tergabung dalam Aliansi Tellumpocco menolak seruan itu sehingga terjadi perang antara Kerajaan Makassar yang diwakili oleh Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Bugis yang diwakili oleh Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo.

Perang tersebut dalam Lontara Bugis diistilahkan sebagai Musu Selleng atau Perang Islam. Perang itu dilancarkan Gowa-Tallo atas dasar konvensi di kalangan raja-raja Bugis-Makassar bahwa “Barang siapa menemukan jalan yang lebih baik, hendaklah ia menyampaikan kepada orang lain dan seterusnya.”




 
Berita Terpopuler