PSHK: Tatib DPR Soal Peliputan, Itu Bentuk Kekeliruan

Republika
Gedung DPR
Red: Dewi Mardiani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, pembahasan di DPR soal rumusan tata tertib DPR tentang peliputan di lingkungan DPR telah disusun oleh panja Badan Urusan Rumah Tangga (BURT). Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, mengatakan usulan tatib tersebut bentuk kekeliruan memposisikan peran media.

Sikap diam pun, kata dia, sebenarnya juga bentuk penyikapan seorang anggota DPR terhadap suatu isu atau kebijakan.  “Oleh karena itu, tidak perlu difasilitasi dengan sebuah aturan yang melindunginya. Atau seperti keharusan menyatakan jumlah pendapatan, relatif tidak ada kaitannya dengan optimalisasi dukungan media terhadap DPR,” ujar Ronald, Ahad (19/2).

Dalam konteks yang lain, jelasnya, perlu diingat pula bahwa potensi dibatasinya akses informasi bagi media sebenarnya sudah muncul sejak Juli 2010. Saat itu, beberapa orang anggota DPR merespon negatif pemberitaan tentang absensi atau tingkat kehadiran (anggota DPR) pada rapat paripurna.
 
Pengaturan seperti akreditasi (melalui penambahan syarat peliputan dengan menerbitkan kartu tambahan), penempatan posisi wartawan atau penyiapan perangkat peliputan beberapa jam sebelum acara berlangsung, dia mengatakan, wartawan jauh lebih bisa menjawab. “Ini teknis peliputan. Tentu saja nggak semuanya perlu diatur dan responsif terhadap materi tatib tersebut. Sepertinya ada kesulitan-kesulitan bukan?” tegasnya.

 
Berita Terpopuler