Selasa 08 Jun 2021 23:18 WIB

30 Juta Orang Mengungsi karena Bencana Iklim

Perubahan iklim menyebabkan cuarca ekstrem yang memicu bencana.

Warga membersihkan rumahnya dari lumpur akibat banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (6/4/2021). Cuaca ekstrem akibat siklon tropis Seroja telah memicu bencana alam di sejumlah wilayah di NTT dan mengakibatkan rusaknya ribuan rumah warga dan fasilitas umum.
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA
Warga membersihkan rumahnya dari lumpur akibat banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (6/4/2021). Cuaca ekstrem akibat siklon tropis Seroja telah memicu bencana alam di sejumlah wilayah di NTT dan mengakibatkan rusaknya ribuan rumah warga dan fasilitas umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badai, banjir, kebakaran hutan, dan kekeringan akibat kenaikan suhu yang menyebabkan kekacauan iklim, membuat lebih dari 30 juta orang mengungsi tahun lalu. Data ini dilaporkan Pusat Pemantauan Pemindahan Internal (IDMC).

Ditambah dengan konflik perang dan kekerasan, yang memaksa 9,8 juta orang mengungsi di dalam wilayah perbatasan mereka. IDMC mencatat total jumlah pengungsi internal baru pada tahun 2020 menjadi 40,5 juta orang.

Baca Juga

Organisasi penelitian yang berbasis di Jenewa, Swiss, ini bahkan memperkirakan rekor baru yakni 55 juta orang hidup terlantar di negara mereka sendiri pada akhir tahun. Itu berarti, dua kali lipat jumlah pengungsi di dunia.

Cuaca ekstrem meningkat secara tidak wajar akibat pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan iklim. Faktor ini diprediksi akan membuat lebih banyak orang mengungsi dari rumah mereka akibat bencana seperti banjir dan badai, serta krisis seperti gagal panen dan kekeringan.

Di negara-negara kaya, para politisinya telah mengemukakan kekhawatiran bahwa migrasi besar-besaran dari daerah yang lebih miskin dapat membebani layanan publik saat planet memanas. Namun gagasan ini dinilai hanya sebagai sebuah "gangguan" karena sebagian besar pengungsian sejatinya bersifat internal, kata Bina Desai, kepala program di IDMC.

"Merupakan kewajiban moral untuk benar-benar berinvestasi dalam mendukung mereka di tempat mereka berada - daripada hanya memikirkan risiko ketika mereka tiba di perbatasan," ucap dia.

Mengungsi akibat kekacauan iklim

Laporan tahunan itu mencatat bahwa lebih dari 80 persen orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka pada tahun 2020 berada di Asia dan Afrika. Di Asia, sebagian besar orang terpaksa mengungsi karena cuaca ekstrem. Seperti di Cina, India, Bangladesh, Vietnam, Filipina, dan Indonesia, kombinasi dari pertumbuhan penduduk dan urbanisasi menyebabkan lebih banyak orang terdampak banjir akibat naiknya permukaan laut.

Seperti topan terparah dalam 20 tahun terakhir yang baru-baru ini melanda India, memaksa pihak berwenang untuk mengevakuasi lebih dari 200.000 orang di negara bagian Gujarat. Meskipun sistem peringatan dini berfungsi menyelamatkan banyak orang, namun banyak dari mereka yang tidak memiliki rumah untuk kembali.

Selain itu, topan Amphan yang melanda Bangladesh tahun lalu, menyebabkan 2,5 juta orang mengungsi dan menghancurkan 55.500 rumah. Laporan itu juga menunjukkan bahwa 10 persen orang yang mengungsi kehilangan tempat tinggal. 

Kalau di Asia banyak orang mengungsi akibat cuaca ekstrem, di Afrika sebagian besar pengungsian pada tahun 2020 justru disebabkan oleh konflik. Kekerasan yang terus-menerus terjadi, memaksa orang-orang meninggalkan rumah mereka di negara-negara seperti Burkina Faso dan Mozambik. Sementara perang baru juga dilaporkan bermunculan di negara lain seperti Ethiopia.

IDMC memperkirakan setengah juta orang telah melarikan diri dari pertempuran di wilayah Tigray Ethiopia pada akhir tahun lalu. Sejak itu, UNICEF mencatat angka di atas satu juta pengungsi.

Beberapa konflik juga diperparah dengan musim hujan yang sangat panjang dan lebat, yang mengakibatkan banjir dan bencana panen. Seperti di Somalia, Sudan, Sudan Selatan dan Niger, hujan deras memaksa pengungsi yang sejatinya sudah terlantar untuk kembali mengungsi di negara tersebut, demikian menurut laporan itu.

Bencana lingkungan seperti ini memicu 4,3 juta orang mengungsi di sub-Sahara Afrika pada tahun 2020. Setidaknya setengah dari mereka masih mengungsi hingga akhir tahun.

 

sumber: https://www.dw.com/id/angka-pengungsi-mencatat-rekor-akibat-cuaca-ekstrem/a-57649775

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement