Ahad 14 Feb 2016 07:00 WIB

Mitos Perempuan 'Dihamili' Meriam Si Jagur

Meriam Si Jagur
Foto:
Grup Keroncong

Dalam kehidupan sehari-hari di Tugu, mereka bertani, berburu babi yang dibuat dendeng asin, terkenal dengan nama 'dendeng tugu'. Di samping menangkap ikan di kali Tugu (kali Cakung) atau di laut.

Sejak pendudukan Jepang (1942) senapan yang dimiliki orang Tugu dirampas. Dalam wawancara dan dilanjutkan beberapa kali datang ke Tugu, kesibukan lain tidak banyak terdapat karena karena kehidupan di Tugu untuk beberapa ratus tahun adalah Natuurleven (kehidupan bebas alam).

Hingga tidak banyak pengaruh dari luar. Pada malam hari mereka berkumpul dengan bergantian tempat, untuk membuat keramaian sendiri, yakni seni musik keroncong atau Rabu-Rabu.

Keroncong dalam bahasa Tugu mereka sebut kafrinyu. Orang-orang tua Tugu dahulu pandai mengarang lagu-lagu dan pantun (dalam bahasa Portugis Tugu), sehingga banyak sekali lagu keroncong dan Stambul berasal dari Tugu.

Dialog Portugis Tugu yang merupakan bahasa sehari-hari mereka sampai 1935 tetap mereka pertahankan. Kini, setelah orang-orang tua meninggal dialog ini terancam hilang sama sekali.

Gambaran eksisnya masyarakat Tugu, terhadap kesenian leluhurnya, menurut Samuel Qyiko, yang ketika diwawancarai saat ia masih hidup, dibuktikan dengan adanya empat orkes keroncong di Tugu. Di samping Cafrinho Tugu, tiga orkes keroncong lainnya adalah Moirisco Tugu IV, OK Tugu, dan Tugu Ren Jaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement