Selasa 05 Jan 2016 07:00 WIB

Rumah Peristirahatan di Cililitan

Rumah Peristirahatan di Cililitan
Foto: Arsip Nasional
Rumah Peristirahatan di Cililitan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Foto di atas adalah bekas rumah peristirahatan (landhuis) di Cililitan Besar, Jakarta Timur. Kediaman Hendrik Laurens van der Cup --warga Belanda kaya raya di Batavia--diabadikan ketika sudah tidak terpakai. Kini, rumah peristirahatan tersebut sudah menjadi bagian pertokoan dan pasar.

Dibangun pada 1775, sekitar 225 tahun lalu, Van der Cup saat akhir pekan beserta keluarganya menikmati udara segar di peristirahatannya ini. Cililitan, di Kecamatan Kramatjati, ketika itu letaknya sangat jauh dari pusat kota di Jakarta Kota dan Pasar Ikan.

Untuk mendatangi tempat ini, mereka harus menaiki kereta ditarik dua sampai empat ekor kuda. Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, banyak warga Belanda membangun peristirahatan di sekitar Cililitan, Kramat Jati, Tanjung Barat, dan Cijantung untuk menenangkan diri dari kesumpekan pusat Kota Batavia.

Nama Cililitan Besar oleh masyarakat setempat disebut Lebak Sirih. Tempat peristirahatan ini letaknya berdekatan dengan Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Rumah sakit rujukan untuk para penjahat dan residivis yang berurusan dengan masalah kejahatan.

Para teroris yang tertembak mati oleh Densus 88, mayatnya terlebih dulu disemayamkan di rumah sakit tersebut. Pieter van der Cup, pemilik pertama rumah peristirahatan ini, berhasil mengumpulkan kekayaan yang sangat banyak pada pertengahan abad ke-18. Korupsi merupakan penyebab utama ambruknya VOC (kompeni) 1799.

Dia memiliki tanah partikulir milik Kapiten Cina, Nie Hu Kong, yang terletak di sebelah selatan Meester Cornelis (Jatinegara), seusai pemberontakan dan pembantaian sekitar 10 ribu warga keturunan Cina di Glodok pada 18 Oktober 1740. Ketika terjadi peristiwa keji ini, Nie Hu Kong yang menjadi pemimpin masyarakat Cina di Batavia ditangkap dan kemudian dibuang ke Maluku sebagai pemberontak. Di sini, dia meninggal pada 25 Desember 1745 dalam usia 36 tahun.

Cililitan yang bersebelahan dengan Kramat Jati kini merupakan pusat perdagangan sayur-mayur dan buah-buahan untuk menyuplai kebutuhan warga Jakarta. Kawasan tanah partikelir, seperti terlihat di foto, sekarang ini merupakan bagian dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, milik AURI. Bandara ini sempat dikenal dengan nama Lapangan Udara Cililitan.

Pada 1924, lapangan udara internasional ini menerima kedatangan pesawat pertama dari Amsterdam sekaligus pertanda dalam bidang jalur penerbangan internasional pertama di Hindia Belanda. Sebelum mendarat di Halim, pesawat Fokker satu baling-baling ini memerlukan waktu cukup lama di perjalanan. Karena, pesawat ini pernah jatuh dan mengalami kerusakan di Serbia sehingga suku cadangnya harus didatangkan dari pabriknya di Amsterdam.

Penerbangan dari Birma ke Batavia, pesawat tidak menggunakan peta, tetapi mengikuti jalur kereta api Birma-Bangkok. Dari tempat terakhir ini, baru pesawat selamat mendarat di Halim Perdanakusuma. Saat mulut pesawat mendarat, warga Batavia yang berdatangan ke Bandara Cililitan mengelu-elukannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement