Kamis 29 Mar 2018 13:15 WIB

Tanah Abang, dari Pasar Kambing Sampai Tempat Jin Buang Orok

Pasar Tanah Abang dulunya dikenal sebagai pasar kambing.

Masjid Al Makmur dekat Pasar Tanah Abang
Foto:
Masjid Al Makmur dekat Pasar Tanah Abang

Sejarah Tanah Abang, yang oleh lidah Betawi disebut Tenabang, dimulai bersamaan dengan perluasan Kota Batavia ke arah selatan pada abad ke-17 dari pusat kota di Pasar Ikan, Jakarta Utara. Sedangkan, ke bagian timur mencapai Weltevreden (Senen), dan bagian barat dari Molenvliet (Jl Gajah Mada dan Jl Hayam Wuruk) sampai Rijswijk (Harmoni). Lewat batas itu Kota Batavia masih hutan belantara, yang dijuluki ”tempat jin buang orok.”

Ketika warga Arab mulai banyak bermukim di Tanah Abang, pasar ini menjual daging kambing yang menjadi kegemaran para imigran Hadramaut itu. Karena banyaknya pedagang kambing, pasar ini pun dalam sejarahnya yang hampir 300 tahun itu pernah dijuluki Pasar Kambing. Ini menunjukkan bahwa dahulunya pasar kambing menyatu dengan pasar Tanah Abang.

Ketika pasar diremajakan, para pedagang kambing yang umumnya warga Betawi sempat menghilang. Kemudian, mereka ditempatkan di pinggir Kali Krukut, di belakang pasar. Menurut Zainal Ali, yang sudah tiga generasi berdagang kambing di Pasar Tanah Abang, kini para pedagang kambing tidak punya tempat khusus lagi. Akibatnya, sekarang mereka pating semrawut karena lokasinya yang terpencar-pencar.

Ada yang menggelar kambing dagangannya di Jl Sabeni, di sepanjang Jl KH Mas Mansyur hingga Kalimalang, dan banyak juga yang berdagang di depan proyek PD Pasar Jaya. Padahal, sejak peremajaan pasar pada 1984, sudah ada kesepakatan akan disediakan tempat untuk para pedagang kambing.

”Kita tidak tahu, selesai pembangunan sekarang ini, kami akan dikemanakan,” ujar kakek beberapa orang cucu, yang juga menjadi pengurus Masjid Al-Husna di kawasan Tanah Abang.

photo
Suasana di Pasar Kambing Jalan Sabeni, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (7/8). Tempat ini merupakan salah satu pusat penjualan hewan kurban di Jakarta.

Kita sengaja mengangkat masalah pedagang ini karena mereka sejak turun-temurun sudah berdagang kambing di pasar ini–yang menurut Zainal, keberadaannya tidak terlalu jauh dengan dibangunnya Pasar Tanah Abang. Ia sendiri sudah berjualan kambing sejak usia belasan tahun, seperti juga ayah, paman, dan kakeknya.

”Boleh disebut mereka berdagang kambing sebelum zaman si Pitung,” ujarnya serius.

Kawasan Tanah Abang sejak dulu juga dikenal dengan makanan kambingnya. Seperti sate, gulai, marak, sop, semur, dan… nasi kebuli. Karena itu, di banyak tempat, bukan hanya di Ibu Kota, banyak ditemui kedai dan rumah makan dengan tulisan

”Sate dan sop Tanah Abang.” Padahal, kata Zainal, banyak pedagangnya sebenarnya bukan orang Tenabang. Dulunya mereka bekas pembantu yang ikut berjualan dengan orang Tenabang. Namun yang jelas, kata Zainal, ”Sop dan sate Tenabang belum ada yang menandingi.” Silakan coba!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement