Ahad 23 Jun 2019 04:17 WIB

Benarkah Fatahillah Mengusir Portugis dari Sunda Kelapa?

Penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah ditetapkan sebagai hari kelahiran Jakarta

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Pelabuhan lama Sunda Kalapa 1860-an.
Foto: Batavia.
Pelabuhan lama Sunda Kalapa 1860-an.

Sudah 492 tahun usia Jakarta tepat pada 22 Juni. Namun, budayawan Betawi Ridwan Saidi menolak tanggal itu ditetapkan sebagai hari lahir ibu kota Indonesia.

“Sangat tidak setuju (22 Juni sebagai HUT Jakarta). Karena (tanggal, tahun, dan bulan) itu khayal. Khayal Profesor Sukanto, Djajaningrat, Wali Kota Sudiro,” kata Ridwan Saidi saat berbincang dengan Republika, Jumat (21/6).

Baca Juga

Menurut dia, tidak ada dasar penetapan 22 Juni 1527 sebagai hari lahir Jakarta, yang disebut bertepatan sebagai waktu Fatahillah mengusir Portugis. Ridwan Saidi menuturkan, tentara Portugis tidak pernah ada di Jakarta. Orang-orang Portugis hanya berdagang, dan berada di Ternate dan Tidore.

Klaim-klaim yang mengatakan ada benteng Portugis di Pulau Cipir, sebenarnya adalah masjid orang-orang Persia, atau betsheba di Pulau Bidadari itu adalah Moro Telo atau telaga moro. Selama ini, dia tidak menampik, cerita penaklukkan Fatahillah terhadap bangsa Portugis dipercaya banyak orang. Namun, dia tidak peduli dengan kepercayaan tersebut.

“Mereka merayakan hari kebohongan yang merendahkan martabat orang Betawi,” ujar dia.

Ridwan Saidi mengatakan, massa yang disebut sebagai waktu penaklukan Fatahillah terhadap Portugis, sebenarnya sedang ada pembangunan pelabuhan Sunda Kelapa (1522-1540). Bangunan yang ada di Pasar Ikan saat ini, merupakan bangunan yang didirikan hasil kerja sama dengan bangsa Portugis, orang Jakarta, serta Malaka.

photo
Sejarawan Ridwan Saidi
“Mana ada perang. Buktikan kepada saya ada perang, buktikan kepada saya ada tentara Portugis, siapa itu Fatahillah, buktikan,” kata Ridwan Saidi.

Karena itu, menurut dia, hari ulang tahun Jakarta sebaiknya dirayakan pada 3 September 1945. Penetapan 3 September lebih sopan daripada 22 Juni. Sebab, tanggal itu bertepatan dengan waktu Presiden Soekarno membentuk Keppres tentang Pembentukan Kota Sementara Jakarta Raya.

“Itu lebih dapat dipertanggungjawabkan,” ujar dia.

Apabila ada yang mengkritisi tahun 1945 terlalu muda untuk usia Jakarta, maka bisa mundur sekitar 9.000 tahun lalu. Ridwan Saidi mengatakan, masa itu adalah saat pertama kali orang keluar dari gua dan berhuni di bumi. Gua yang bernama Jambul itu berlokasi di Masjid Istiqlal. Hal itu merujuk pada buku Time Table of History karya Bernand Grunn pada 1984.

Ridwan mengatakan keberadaan hari lahir penting bagi suatu kota. Namun, penetapan HUT itu harus bisa dipertanggungjawabkan ketepatannya. Karena itu, dia mempersilahkan siapa saja yang keberatan dengan pandangannya, bisa berdiskusi dengannya secara langsung.

“Banyak kota yang ganti tanggal (ulang tahun). Saya nggak urus, terserah mereka mau yakin apa nggak yakin, kalau mau debat, saya siap,” kata Ridwan.

Penetapan 22 Juni 1527 sebagai hari lahir Jakarta digagas Wali Kota Jakarta periode 1953-1958, Sudiro. Penetapan itu berdasarkan hasil penelitian tiga ahli sejarah, Mohammad Yamin, Dr. Sukanto, dan Sudarjo Tjokrosiswoyo yang dituangkan dalam naskah berjudul “Dari Jayakarta ke Jakarta”.

Saat itu Sudiro merasa perlu menetapkan hari kelahiran Jakarta versi Pemerintah Indonesia. Alasannya selama masa kolonial Belanda, peringatan hari jadi Jakarta jatuh setiap akhir Mei berdasarkan penaklukan Jayakarta oleh Jan Pieterszoon Coen pada 30 Mei 1619. Nama Jayakarta pun akhirnya diganti menjadi Batavia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement