Meskipun Pak Dirman dalam kondisi sakit parah, tetapi karena kondisi negara membutuhkan Pak Dirman ya tetap berangkat, berjuang, walaupun sudah dihalang-halangi .
Dengan tegas Pak Dirman berkata, "Tidak bisa karena Belanda sudah berulang-ulang ingkar janji. Kalau kita dijajah, tidak bisa apa-apa lagi. Ini mumpung kita masih bisa bergerak. Makanya waktu itu Presiden Soekarno berkata, Pak Dirman kan dalam kondisi sakit, kok mau mempimpin perang gerilya? Lalu pak Dirman menjawab, "Yang sakit itu Soedirman sedangkan Panglima Besar tidak pernah sakit. Oleh karena itu saya minta ijin Panglima tertinggi untuk memimpin perang gerilya. Jika panglima tertinggi tidak berkenan memimpin perang gerilya, saya bertanggungjawab dengan jabatan saya," cerita Teguh.
Menurut Teguh, tanggungjawab Pak Dirman sebagai sebagai pemimpin yang meskipun sakit tetap berjuang dan negara tidak punya uang, mengorbankan keluarganya, berjuang pakai uang sakunya sendiri demi bangsa dan negara dan apa yang dicita-citakan yakni tidak ingin Indonesia dijajah lagi. Selain itu, kata Teguh menambahkan, Pak dirman selalu menghargai, memperhatian dan menerima usulan atau pendapat anak buah maupun orang lain.
Setelah ditampung usulan anak buah atau orang lain, Pak Dirman yang menentukan dan memilih mana yang bisa dipakai. Teguh mengungkapkan, ayahnya pernah berkata kepada ibundanya, meski pendapat itu misalnya dari tukang sapu sekalipun, tetapi baik dan bisa untuk mempertahankan Indonesia mengapa tidak kterima.
"Karena sebagai seorang pimpinan bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Tentara yang pernah ikut Pak Dirman menganggap putra-putri Pak Dirman seperti adiknya, karena mereka merasa sebagai putra Pak Dirman juga. Tetapi apakah sekarang diterapkan oleh para pimpinan?", tanyanya.
"Saya sering menangis sendiri, kok seperti itu ya kebanyakan pemimpin sekarang butuh menangnya sendiri untuk kepentingan sendiri. Saya rasa kalau semua menerapkan seperti yang diarahkan Pak Dirman negara ini bisa aman tenteran, semua bisa menghargai dan menerima pendapat orang, kecuali kalau ada yang nyleneh misalnya dalam agama, harus kita peringatkan dan kembalikan ke relnya," ungkap Teguh yang mengaku tidak punya rumah dan sekarang tinggal bersama kakaknya di rumah tabon (red. rumah keluarga besar yang dulu ditinggali ibunya).