Senin 28 Jan 2019 04:31 WIB
Lipsus Jenderal Soedirman

Rahasia Kehebatan Jenderal Soedirman: Menjaga Wudhu

Meski tidak masuk waktu shalat, Soedirman tetap berwudhu

Jenderal Soedirman di awal tahun 1946
Foto: Wikipedia
Jenderal Soedirman di awal tahun 1946

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Silvy Dian Setiawan

Selain dikenal karena semangatnya yang pantang menyerah, Panglima Besar Jenderal Soedirman juga dikenal sebagai sosok yang rajin beribadah. Hal itu pun tergambar dari bekas kediamannya yang telah diubah menjadi Museum Sasmitaloka Panglima Jenderal Besar Soedirman. Museum tersebut terletak di Jalan Bintaran Wetan, Pakualaman, Yogyakarta. 

Sajadah dan krekel yang ia gunakan untuk beribadah masih tertata rapi di kamar tidurnya. Tempat shalat itu diletakkan tepat di samping tempat tidurnya yang ada di museum. 

photo
Sajadah dan Krekal yang digunakan Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk mengaji.

Kepala Museum Sasmitaloka Panglima Jenderal Besar Soedirman, Heru Santoso, mengatakan, ada tiga kehebatan Soedirman dalam beribadah berdasarkan sejarah. Pertama, Soedirman merupakan sosok yang selalu menjaga kesuciannya dengan berwudhu. Kedua, saat wudhunya batal, ia akan berwudhu kembali. Bahkan, jika tidak dalam masuknya waktu shalat pun, ia tetap akan berwudhu.

Ketiga, Soedirman selalu menjaga menjaga wudhunya. Saat mendengar suara adzan, ia pun langsung melaksanakan shalat dalam keadaan apa pun.

"Beliau siap setiap saat untuk shalat, tidak ada nanti-nanti. Beliau adalah seseorang yang taat beribadah," kata Heru kepada Republika, Selasa (15/1).

Hery menambahkan, saat memimpin perang gerilya pun, Soedirman tidak pernah menunda untuk beribadah, termasuk dalam kondisi sakit. Saat bergerilya, Soedirman pun memerintahkan kepada ajudannya untuk membawa kendi yang berisi air. Air tersebut ia gunakan untuk berwudhu ketika saat perang gerilya. 

Soedirman juga sempat beberapa kali hampir tertangkap oleh Belanda saat mempertahankan kemerdekaan. Namun, sebelum tertangkap, ia pun berhasil menghindari hal tersebut. 

"Nalurinya kuat sekali akan keberadaan musuh. Misalkan ia merasakan sebentar lagi tidak aman, ia langsung bergerak. Saat di Wonosari, misalnya, baru bergerak 200 meter, langsung ada musuh. Mungkin karena beliau dekat dengan Tuhan," kata Heru menambahkan.

Untuk mempertingati hari kelahiran dan meninggalnya Soedirman, Museum Sasmitaloka punya acara rutin yang diisi oleh keturunan Panglima Besar. "Peringatan biasanya diawali shalat Isya berjamaah dan dilanjutkan bacaan Yasin dan doa, diakhiri dengan tausiyah tentang Islam, biasanya sama anak bungsunya, Pak Teguh. Juga ada pemberian santunan untuk yatim dan masjid," ujar Heru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement