Kamis 24 Jan 2019 20:21 WIB
Lipsus Jenderal Soedirman

Faktor Terpilihnya Soedirman Sebagai Panglima Besar

Ulf Sundhaussen menyebut beberapa faktor yang memicu kemenangan Soedirman.

Jenderal Soedirman
Foto: Wikipedia
Jenderal Soedirman

REPUBLIKA.COID, Oleh: Rizky Suryarandika

Kajian lain dari Ulf Sundhaussen di dalam bukunya yang berjudul Road to power: Indonesian military politics 1945-1967 (1982) menyoroti pemilihan panglima tentara ini. Menurut Ulf, ada dua faktor yang memicu kemenangan Soedirman dalam rapat tersebut. Pertama adalah profil ketokohan Soedirman, kedua adalah komposisi peserta rapat.

"... Soedirman seorang bekas guru dia punya prestise sosial yang tinggi. Sebagai seorang Muslim yang taat dia sangat disenangi oleh golongan Islam dalam korps perwira. Sementara itu, Soedirman juga punya pengetahuan yang mendalam mengenai mistik dan nilai-nilai tradisional Jawa, dan karenanya dia mempunyai daya tarik bagi korps perwira Jawa yang besar jumlah anggotanya. Di zaman pendudukan Jepang dia pernah duduk dalam dewan-dewan daerah di Jawa Tengah, sehingga sedikit banyak dia mempunyai pengalaman dalam bidang politik. Soedirman pernah merupakan salah seorang opsir paling muda yang memimpin batalyon PETA, tapi demikian dia tak pernah bertindak sebagai sekadar boneka di tangan opsir-opsir Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan dia segera menghimpun kembali batalyonnya yang lama dan melucuti semua pasukan Jepang di daerah asalnya, Banyumas, Jawa Tengah. Karena itulah dia dapat membagikan senjata kepada kesatuan kesatuan BKR yang kurang lengkap persenjataannya. Di medan perang dia menjadi terkenal karena mampu memukul mundur sebuan satuan tugas Inggris di Ambarawa. Namun, yang juga sangat membantu Soedirman untuk terpilih adalah kenyataan bahwa sebagian besar dari perwira yang bersidang itu terdiri dari orang-orang Jawa Tengah. Wakil-wakil dari Jawa Timur sedikit saja jumlahnya karena ketika itu pertempuran sedang berkobar di Surabaya. Begitu pula para utusan dari Jawa Barat, sangat kalah banyak dari rekan-rekan mereka di Jawa Tengah, yang sebagian besar dari mereka memilih Soedirman semata-mata berdasarkan pertimbangan bahwa dia berasal dari daerah mereka juga."

Ulf kemudian mengutip analisis Herbert Feith dalam bukunya The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (1962) yang menilai:

"... Soedirman harus dipandang sebagai seorang penggalang setia kawan, sebagai seorang yang memiliki kemampuan-kemampuan integratif, kemampuan dalam penengahan kultural, manipulasi simbol, dan organisasi massa. Dia tak disangsikan lagi memiliki kemampuan untuk menggalang persatuan di kalangan tentara dan mengerahkan dukungan bagi dirinya sendiri, terutama karena dia mampu mengesankan sesama perwiranya dengan integritas dan kejujurannya".

Sejarawan UI, Tubagus Luthfi, senada dengan kesimpulan Ulf Sundhausen dan Herbert Feith: Terpilihnya Soedirman turut dipicu dari sikap pribadinya yang jujur, bertanggung jawab dan taat beragama. Ketiga sikap itu amat laku di masa menjaga kemerdekaan. Sebab, ketika itu, tak sedikit pejuang memalingkan matanya ke Belanda demi kepentingan pribadi. Belanda menjanjikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia yang bersedia tunduk.

"Dia ini membumi. Sifat jujur, taat beragama dan bertanggung jawab sangat laku. Bisa dibayangkan saat itu banyak yang berkhianat. Jadi, KNIL karena mau gaji gede. Dibikin sistem negara federal, dipimpin Ratu Belanda, tetap ada yang mau," kata Tubagus.

ed: stevy maradona

Baca juga:

 

photo
perjalanan karir militer Jenderal Soedirman

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement