Senin 14 Jan 2019 16:14 WIB

Cacat Lafal Memperkaya Bahasa Indonesia

Selain mengadopsi diksi asing, kata Indonesia juga diserap negara lain.

Kamus Besar Bahasa Indonesia
Foto:
Priyantono Oemar membahas KBBI

Dianggap aneh

Pada 21 Januari 1940, Bataviaasch Nieuwsblad, menurunkan tulisan tentang Nitisemito, pemilik pabrik rokok Nitisemito. Salah satu kalimatnya berbunyi begini: De bekende Nitisemito van Koedoes b.v. was begonnen als gewone kernet, d.i. een strootjes-roller. (Nitisemito dari Kudus yang terkenal itu, misalnya, memulai sebagai pembantu biasa, yaitu sebagai pelinting rokok).

Kernet sudah dipakai koran berbahasa Belanda pada 1920 (de Sumatra Post), tetapi kasusnya sangat jarang. Di Javanese-English Dictionary kernet dicatat sebagai variasi dari kenek. Di Baoesastra Djawa, kernet dicatat sebagai versi percakapan dari kenek, tetapi di KBBI, kenek adalah kernet –kata yang diberi makna sebagai pembantu sopir dan pembantu tukang.

Di kamus bahasa Belanda kernet tidak dicatat. Yang ada adalah knecht, yang di lidah orang Indonesia menjadi kenek. Autoknecht dipakai untuk pembantu yang mengurus mobil. Paardknecht dipakai untuk pembantu yang mengurus kuda.

Di koran lain, kernet diartikan sebagai kuli. De Chinees Kong Tjin Hong had een ontmoeting met zijn gewezen koeli (kernet) Moein, die hem zonder iets te zeggen een doodelijke steekwonde toebracht (De Indische Courant, 20/11/1939). Orang Cina bernama Kong Tjin Hong menemui bekas kuli (kernet) Moein --yang menusuknya tanpa mengatakan apa-apa.

Pengucapan kata Belanda yang tidak sesuai lafal aslinya oleh orang Indonesia, di kemudian hari menjadi berkah bagi bahasa Indonesia. Kata-kata salah lafal yang mematikan ejaan aslinya itu mendapat tempat yang layak dalam bahasa Indonesia. In de rij misalnya, berubah total menjadi antre. Di waktu kecil, saya sering mendengar orang-orang dewasa di lingkungan saya di Jawa menyebut andri untuk antre ini. Schuitje  (biduk kecil) menjadi sekoci.

Dari bahasa lain, sebelum mengenal fatwa, orang Melayu telah mengenal petua terlebih dulu, yang kini menjadi petuah. Petua adalah bunyi dari lidah Melayu ketika mengucap kata fatwa dari Arab. Ejaan asli fatwa hilang sama sekali ketika menjadi petua. Kemudian, petuah memiliki makna yang berbeda dengan fatwa yang diserap ke bahasa Indonesia belakangan. Petuah tetap dibiarkan hidup ketika fatwa diambil sebagai kata baru sesuai ejaan aslinya.

Di lidah orang Indonesia di abad ke-17, tobaco dari Portugis juga berubah menjadi tembakau. Hingga kini, tembakau tetap menjadi kata baku di Indonesia. Orang Portugis mengenal tobaco sebagai tanaman dari Provinsi Tobaco di wilayah St Dominggo, pintu masuk ke Karibia. Di Eropa, tobaco kemudian berubah menjadi tobacco ketika bertemu lidah orang Inggris, tabac di lidah orang Prancis, dan tabak di lidah orang Belanda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement