Kamis 07 Feb 2019 17:23 WIB

Wajah Akulturasi Budaya di Tradisi Jie Kao Meh

Tradisi Jie Kao Meh selalu menjadikan kawasan pecinan Kota Semarang menjadi semarak

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Karta Raharja Ucu
Umat yang merayakan hari raya Imlek nampak melakukan ibadah di Vihara Dharma Jaya Toasebio, di bilangan petak 9, Jakarta, Selasa (5/2).
Foto: darmawan / republika
Umat yang merayakan hari raya Imlek nampak melakukan ibadah di Vihara Dharma Jaya Toasebio, di bilangan petak 9, Jakarta, Selasa (5/2).

Sementara itu, pada hajat PIS, alan Wotgandul Timur selalu dipenuhi stand yang menyajikan aneka pernak-pernik Imlek hingga kuliner. Selama tiga hari, pasar ini selalu menjadi magnet bagi ribuan warga untuk datang dan menikmati keramaian PIS.

“Bagi saya selalu pasar Imlek ini selalu menarik. Selain beragam kesenian dan budaya Tionghoa khas budaya asli Semarang juga bisa dinikmati di sini,” ungkap Nurul Hikmah (26), pengunjung asal Kabupaten Kendal.

Selain itu, jelasnya, ragam kulinernya juga menarik dan ia pun tidak khawatir. Karena berbagai jenis kuliner yang halal bagi umat muslim juga disosialisasikan dengan jelas dan mudah didapatkan.

“Makanya, saya selalu menyempatkan diri menikmati keramaian di sini,” jelasnya.

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, Pasar Imlek Semawis ini sudah menjadi salah satu kalender pariwisata yang tidak hanya ditunggu warga Semarang, tetapi juga orang luar Kota Semarang. Apalagi sejak Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional, maka orang luar Semarang akan datang ke kota ini untuk menyaksikan event tradisi budaya Tionghoa ini.

“Selama tiga hari itu juga ditampilkan berbagai kesenian di panggung hiburan. Baik itu yang berbau budaya Cina seperti Barongsai, Liongsamsie, maupun kesenian lokal berupa tarian dan lainnya,” kata  wali kota.

Ketua Panitia Pasar Imlek Samawis 2019, Ocha Mattias mengatakan, pada hajat kali ini Panitia juga menundang masyarakat awam, seniman, tokoh masyarakat hingga pejabat. “Kami juga menggelar jamuan makan malam Tok Panjang.

Perjamuan ini sebagai simbol kerukunan dan kekeluargaan dari etnis Tionghoa dengan etnis lainnya. “Sesuai dengan tema yang kami angkat, yaitu Warga Rukun Agawe Santosa (Waras), keberagaman menjadi ikon penyeenggaraan PIS kali ini,” ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement