Senin 26 Nov 2018 16:28 WIB

Mengekspor Guru ke Negeri Jiran

Malaysia meminta Presiden Soeharto membantu mengirimkan tenaga pengajar profesional

Rep: Andrian Saputra/ Red: Karta Raharja Ucu
Seorang guru sedang mengajar para siswa. (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Seorang guru sedang mengajar para siswa. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia pernah menjadi eksportir guru-guru dan dosen ke Malaysia. Itu terjadi saat masa pemerintahan Presiden Soeharto setelah adanya pertemuan antar kedua negara pada 1970. Kala itu, Soeharto berkunjung ke Malaysia sebagai upaya memperbaiki hubungan diplomatik kedua negara yang sempat mengalami bergejolak saat kepemimpinan Presiden Soekarno.

Kedatangan Soeharto itu pun disambut hangat Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak. Namun, dalam pertemuan dipomatik itu, Tun Abdul Razak justru mengutarakan keinginan Malaysia untuk mendatangkan guru-guru Indonesia. Sebab saat itu, Malaysia memang tengah kekurangan tenaga pengajar yang profesional. Sementara, Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia utamanya para tenaga pengajar yang telah menamatkan hingga gelar sarjana bahkan tingkatan magister.

Bahkan Jacob Oetama dalam Syukur Tiada Akhir menuliskan pada 1980-an Vietnam pun belajar ke Indonesia berkaitan bercocok tanam dan upaya pemberantasan buta huruf. Namun, pengiriman tenaga pengajar Indonesia ke Malaysia baru bisa terealisasi setahun kemudian.

Salah satu pengajar perdana yang dikirim pascakerja sama tersebut adalah Imanuddin. Dia adalah seorang pengajar elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Imanuddin diminta Malaysia untuk mengembangkan Technical College yang merupakan perguruan tinggi satu-satunya di Malaysia warisan Inggris. Kendati demikian, Technical College hanya melaksanakan pendidikan hingga jenjang Diploma tiga. 

Keinginan untuk mendatangkan pengajar-pengajar berkualitas dari Indonesia begitu kuat. Bahkan Malaysia secara langsung melobi pengajar Indonesia agar bersedia dikirim ke negeri itu. Seperti yang dilakukan Direjen Perguruan Tinggi Malaysia Datuk Hamzah yang datang ke Indonesia dan meminta Imaduddin untuk menjadi pengajar di sana.

“Di Malaysia pada saat itu baru ada tida orang sarjana S2, satu arsitek, satu orang dari teknik mesin, dan satu lagi dari civil engineering. Ketika Imanduddin datang, maka bertambah satu orang. Mereka berempat diminta menyusun kurikulum untuk technical College dan akan dijadikan Institut Teknologi Kebangsaan,” dalam Bang Imad: Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya.

Kerja sama itu pun terus berlangsung bahkan pada masa Doed Joesoef menjabat sebagai menteri pendidikan pada 1978 sampai 1983, semakin banyak guru dan dosen tanah air yang mengajar di negeri jiran. Guru-guru Indonesia yang mengajar di Malaysia memperoleh fasilitas yang memadai seperti rumah dan kebutuhan pokok sehari-hari. Sejumlah sumber menyebut gaji guru-guru Indonsia pada saat itu sebesar 900 dolar Malaysia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement