Senin 11 Dec 2017 04:47 WIB

Sejarah Panglima TNI Lekat dengan Tuduhan Mengudeta Pemerintahan

Rep: Amri Amrullah/ Red: Karta Raharja Ucu
Jenderal Besar Soedirman.
Foto:
Soeharto ketika menerima mandat presiden dari Soekarno

Sepeninggal Jendral Soedirman pada 1950, Panglima TKR saat itu berubah nama menjadi Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP). Pimpinan beralih ke Letjen TB Simatupang. Ia sebelumnya menjabat Wakil Kepala Staf Angkatan Perang RI dan diangkat dengan pangkat Mayjen hingga 1953. Hubungan militer dan pemerintah saat itu pun cukup bersitegang.

Hal ini karena intervensi politik yang terlalu jauh oleh parlemen dan presiden Soekarno atas konflik di tubuh militer. Intervensi ini dibalas gelombang demonstrasi di Jakarta menuntut pembubaran parlemen pada 17 Oktober 1952. Namun Soekarno enggan membubarkan parlemen, tapi berjanji akan mempercepat pemilu.

Sikap Presiden Soekarno ini berujung penolakan dari Panglima TNI saat itu, Mayjen TB Simatupang yang mengundurkan diri sebagai KSAP dan AH Nasution mundur dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Hingga pemilu pertama tahun 1955 pun digelar.

Presiden Soekarno menghapus jabatan KSAP diganti dengan Gabungan Kepala-Kepala Staf atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KASAB). Kepemimpinan dijabat secara bergantian dari Angkatan Darat dan Udara.

Dua tahun kemudian Indonesia masuk dalam fase Demokrasi Terpimpin. Kolaborasi pemerintah dengan kaum sosialis kiri. Di era Demokrasi Terpimpin kelompok militer banyak yang mendapatkan bantuan dari AS. Khususnya bagi kelompok perwira militer yang tidak sepakat dengan kaum sosialis kiri. Salah seorang perwiranya adalah Jendral Abdul Haris Nasution, yang kemudian menjadi KASAB/Panglima TNI.

Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan 30 September 1965 oleh PKI. Upaya penculikan tujuh perwira AD anti-Komunis. Beruntung Jendral AH Nasution saat itu selamat. Atas perintah AH Nasution untuk memulihkan keamanan ibu kota ia menunjuk Mayjend Soeharto yang saat itu menjabat Pangkostrad, sebagai kepala operasi.

Soeharto sebagai Kopkamtib akhirnya berhasil menumpas komunis. Soeharto mendapat apresiasi besar dari AH Nasution. Atas jasanya Nasution melobi presiden Soekarno menjadikan Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat. Di masa ketidakpastian politik setelah PKI, peluang militer mengintervensi pemerintahan terbuka lebar.

Presiden Soekarno yang terdesak menghapus posisi Kepala Staf Angkatan Bersenjata. Tak lagi menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata, AH Nasution terpilih sebagai Ketua MPRS. Ketika suasana semakin genting itulah Soekarno dipaksa mengeluarkan Supersemar kepada Pangkopkamtib saat itu, Mayjen Soeharto.

Supersemar ini menjadi jalan, masuknya militer ke eksekutif. Surat ini menjadikan dasar Soeharto bertindak sebagai akting presiden. Soeharto menggantikan Soekarno pada 12 Maret 1967 dan masuklah Indonesia di era Orde Baru berkuasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement