Sabtu 28 Oct 2017 05:03 WIB
Sumpah Pemuda

Gedung Kramat 106 Saksi Sejarah Gelora Sumpah Pemuda

Diorama dan barang bersejarah di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.
Foto:
Diorama dan barang bersejarah di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.

Setelah Kongres Pemuda ke-2 dilakukan di Gedung Kramat 106, pemuda-pemuda yang masih menempuh pendidikan sempat tinggal di pondokan itu. Pusat kegiatan mahasiswa kala itu ada di sana.

 

Sampai tiba saatnya, sekitar enam tahun pascadibacakannya Sumpah Pemuda, kegiatan mahasiswa di sana pindah ke Jalan Kramat No 156. Sejak saat itulah, Gedung Kramat 106 beberapa kali mengalami alih fungsi tak lagi menjadi pondokan atau indekos bagi mahasiswa.

Bhakti menjelaskan, Gedung Kramat 106 sempat beberapa kali berubah fungsi. Setelah pelajar tak lagi meneruskan sewanya, gedung itu disewakan kepada seorang keturunan Tiongkok, Pang Tjem Jam. Ia menggunakan gedung itu sebagai tempat tinggalnya selama kurang lebih tiga tahun.

 

Pada 1937, gedung itu kemudian disewakan kepada Loh Jing Tjoe untuk kemudian dijadikan sebagai toko bunga hingga 1948. Sejak 1948, Loh Jing Tjoe mengubah gedung tersebut menjadi sebuah hotel bernama Hersia hingga 1951. Dari situ, kemudian Gedung Kramat 106 disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran dan penampungan karyawannya.

 

Barulah pada 1973 gedung itu diresmikan sebagai Museum Sumpah Pemuda oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Menurut Bhakti, di Museum Sumpah Pemuda pernah terjadi kebakaran di bagian belakang gedung. Ketika itu, museum tersebut sempat terlantar.

Diorama dan barang bersejarah di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. (Foto: Ronggo Astungkoro/ Republika)

 

"Delapan puluhan akhir, 89-an kalau tidak salah, pedagang-pedagang masuk menaruh gerobaknya di belakang. Itu cerita dari pegawai yang sudah pensiun. Gara-gara itu tau-tau terbakar, begitu pegawai masuk tinggal puing-puing saja di bangunan lama itu," kata Bhakti.

 

Karena itu, kini bentuk bangunan di bagian belakang Museum sudah berbeda dengan bentuk bangunan aslinya. Mulai dari Ruang Kepanduan ke belakang, bangunan yang terbakar dibangun kembali. Atapnya tak setinggi atap bangunan asli.

 

Bagian yang berbeda dari bangunan asli juga terdapat di aula Gedung Kramat 106. Di ruangan tempat Sumpah Pemuda itu dibacakan, kini terdapat sekat tembok untuk satu ruangan. Bhakti mengatakan, tembok itu dibangun saat Gedung Kramat 106 dijadikan hotel.

 

"Waktu direncanakan dijadikan museum, bagian itu tidak dipugar. Pak Ali Sadikin kemudian meresmikan dan sudah jadi benda cagar budaya jadi tidak bisa diapa-apakan lagi," jelas pria yang sudah bertugas di sana selama delapan tahun ke belakang itu.

 

Sejak 2009, kata Bhakti, pemerintah tegas menyatakan museum adalah aset bangsa yang harus betul-betul dirawat dengan baik. Pembenahan dan penambahan fasilitas pun dilakukan dari tahun-ke-tahun. Saat ini, Museum Sumpah Pemuda sudah dilengkapi pendingin ruangan dan layar interaktif.

 

Hanya Ruang Kepanduan yang tidak dilengkapi pendingin ruangan. Di sana hanya diberikan kipas angin, bukan air conditioner.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement