Senin 06 Mar 2017 06:30 WIB
39 Tahun Masjid Istiqlal

Perdebatan Sukarno dengan Hatta Soal Masjid Istiqlal

Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal

Visi Bung Karno dengan menempatkan Masjid Istiqlal bersebelahan dengan Gereja Kathedral sempat diuji. Pada sore sekitar pukul 15.30 WIB tanggal 19 April 1999, bom meledak di Masjid Istiqlal. Tepatnya di lantai bawah masjid terbesar se-Asia Tenggara itu. Pengeboman terjadi tepat ketika Shalat Ashar berjamaah masih rakaat pertama. Kompleks perkantoran di lantai bawah Masjid Istiqlal porak-poranda.

Menyusul kejadian ini, pada 20 April 1999 atau sehari setelahnya, Gereja Kathedral yang terletak persis di seberang Masjid Istiqlal juga mendapatkan ancaman bom dari penelepon gelap. Namun, setelah pihak gegana kepolisian melakukan penyisiran, bom yang dimaksud tidak ditemukan. Meski begitu, pengamanan Masjid Istiqlal dan Gereja Kathedral kian diperketat. Stasiun TVRI di dekat Senayan juga mendapatan ancaman serupa tetapi belakangan tidak ditemukan bom apa pun oleh polisi.

Ledakan di Masjid Istiqlal diduga memakai bahan peledak TNT yang ditengarai diletakkan pelaku di kamar 26-28, yakni kantor Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia. Sehari setelah peristiwa pengeboman, ribuan Muslim dari Ibu Kota dan luar Jakarta datang berbondong-bondong. Mereka sempat menggelar doa bersama tepat di depan ruang sumber ledakan.

"Kami sedih dan prihatin," kata salah seorang pengunjung, Nuraini. Ibu rumah tangga ini datang bersama anaknya dari kawasan Mampang, Jakarta Selatan.

Begitu mendengar kabar pengeboman ini, pada Senin 19 April 1999, presiden Habibie langsung membuat pernyataan agar umat Islam tidak terpancing emosi. Ia juga mengutuk keras perbuatan brutal dan biadab itu.

Presiden Habibie menegaskan, serangan bom terhadap Masjid Istiqlal dimaksudkan untuk memancing emosi umat Islam agar melakukan tindak kekerasan. Jika aksi balasan itu terjadi, maka akan muncul pertentangan antarwarga yang berbeda agama.

Kekacauan di berbagai tempat bila terjadi, kata BJ Habibie, merupakan modal utama bagi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab untuk menggagalkan pemilu 7 Juni 1999 nanti. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) senada dengan Habibie. Tokoh NU ini memandang, tragedi itu harus diterima dengan sabar dan berbesar hati.

“Umat Islam tidak perlu terpancing dan risau dengan keadaan ini,” kata Gus Dur pada acara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Bumiayu, Brebes, Jateng, pada 20 April 1999.

Biarpun Masjid Istiqlal dibom, umat Islam tak perlu reaktif dan marah. Sebab, menurut Gus Dur, dahulu masjid terbesar di Asia Tenggara itu tidak ada. Sehingga, bila masjid itu hancur maka umat Islam akan membangun “istiqlal-istiqlal” lain yang lebih besar.

Gus Dur memandang peledakan Istiqlal dilakukan oleh orang-orang yang berniat membuat rusuh karena takut kalah dalam pemilu 1999. Ia menengarai insiden Masjid Istiqlal sama dengan cara-cara yang dipakai oleh suatu kelompok yang tidak menghendaki Sidang Istimewa MPR pada November 1998 silam. Yakni dengan menciptakan berbagai kerusuhan untuk memancing kemarahan umat Islam.

"Mereka berpendapat dengan membom Masjid Istiqlal, umat Islam kemudian marah dan kemudian membikin kerusuhan. Tapi saya lihat pancingan itu tidak terjadi," ujar cucu KH Hasyim Asyari itu.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement