Rabu 22 Jun 2016 09:15 WIB
Kontroversi Perumus Pancasila

Ekonomi Pancasila pada Mulanya

Pancasila
Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Iqbal

Sebagai ideologi dasar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sudah sewajarnya Pancasila diejawantahkan ke dalam sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Mengapa? Sebab Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yang disusun para pendiri bangsa bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jika ditelusuri, relasi ekonomi dan Pancasila (Ekonomi Pancasila), sejak mula telah ditemukan pada gagasan duo proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta. Irisannya adalah kemerataan sosial serta kemanusiaan yang adil dan beradab.

Seperti dikutip dari penjelasan Prof Mubyarto dalam “Ekonomi Pancasila: Renungan Satu Tahun Pustep-UGM”, Bung Karno menyatakan Pancasila adalah hasil galian gagasan dan pandangan hidup asli masyarakat Indonesia, bukan khayalan atau hasil jiplakan budaya luar Indonesia. Bung Hatta yang menerima penuh Pancasila galian Bung Karno menyatakan, “Kita manusia itu sifatnya lupa. Dengan Pancasila itu diingatkan kita bahwa ada Pancasila. Kalau sekali-kali kita berbuat salah, diingatkan kita, sehingga kita harus kembali ke jalan yang lurus. Itulah gunanya Pancasila itu. Bukan sekadar untuk dihafalkan di bibir saja. Hapalkan, jalankan dengan bukti.”

Lalu, kapan Ekonomi Pancasila mulai muncul? Prof Dawam Rahardjo selaku Anggota Komisi Khusus Kajian Ekonomi Pancasila menjelaskan, istilah tersebut baru muncul pada 1966 dalam suatu artikel yang ditulis Prof Emil Salim (ketika itu Emil Salim masih bertitel doktor) di Harian Kompas. Dalam artikelnya, Emil menjelaskan sebagai upaya membina sistem ekonomi yang khas bagi Indonesia, sebaiknya seluruh komponen bangsa berpegang pada pokok-pokok pikiran sebagaimana tercantum dalam Pancasila, khususnya dokumen “Lahirnya Pancasila” dan UUD 45, khususnya pasal-pasal 23, 27, 33 dan 34.

“Dari Pancasila adalah sila “Keadilan Sosial” yang paling relevan untuk ekonomi,” ujarnya. Sila ini, lanjut Emil, mengandung dua makna, yakni sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil dan prinsip demokrasi ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement