REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika, Angga Indrawan
Makan siang di rumah itu mempertemukan Sukarno dengan Hartini
Jelang siang pada 1952, pekik “merdeka” bersahut-sahutan di Bundaran Taman Sari, Kota Salatiga. Semua masyarakat antusias menyambut kedatangan seorang pemimpin besar.
Semuanya menantikan kedatangan Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia. Kedatangan Sukarno dalam rangka kunjungan kerja ke Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Mengetahui akan menyempatkan diri singgah di Salatiga, warga Salatiga sudah berdatangan sejak pagi.
Sukarno datang ke tempat menyampaikan pidato keramatnya. Saat itu, masih terdapat lapangan besar di depan Gedung Ramayana di Jalan Jenderal Sudirman sekarang.
Ia datang dan mulai menyampaikan orasinya. Semuanya hening, menunggu pekik merdeka sebagaimana kata pembuka dari pidato kebanyakan putra sang fajar. Tak dinyana, Sukarno tak menyampaikan pekiknya. Justru, sang presiden melantunkan lagu Jawa yang sedikit dipelintirnya.
“Suwe ora jamu. Jamu pisan jamu kapulogo. Suwe ora ketemu. Ketemu pisan nang Solotigo…”
Masyarakat bergemuruh melihat pemimpinnya menyampaikan salam cinta untuk rakyatnya. “Saat itu ramai, semua berjejal. Usai pidato, Bung Karno dikerumuni rakyatnya. Mereka ingin bersalaman dengan presidennya,” kata sejarawan Salatiga, Slamet Rahardjo yang berusia 13 tahun saat itu.