Perjalanan hidup kyai kharismatik ini, rupanya sejak muda memang sudah ditakdirkan untuk tidak pernah berhenti mengajak orang mendekatkan diri kepada Allah. Seperti dituturkan putranya, KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie, ayahnya pada usia 17 tahun sudah memperoleh Soerat Pemberi Tahoean: Boleh mengajar di langgar partikulir.
Pada usia remaja inilah, KH Abdullah Syafi’ie mulai berdakwah. “Dan dimulai dari kandang sapi,” kata Kiai Abdul Rasyid. Ketika itu almarhum meminta izin kepada ayahnya, H Sjafi’ie bin Sairan untuk menggunakan kandang sapi sebagai kegiatan dakwah. “Sapi dijual, kandang dibersihkan, dilapisi bilik, lalu dipakai untuk madrasah”.
Tapi, begitu tawadhunya ulama Betawi ini. Biar pun namanya sudah tersohor, perguruan dan majelis taklimnya berkembang pesat, ia tidak menampakkan kesombongan sedikit pun. Selalu mau dekat dengan rakyat kecil.
“Saya ini kan cuma khadam (pelayan).” Itulah kalimat yang sering diucapkannya. Maksudnya, dia hanyalah pelayan untuk mengajak masyarakat mendekatkan diri kepada Allah.