Selasa 27 Mar 2018 09:25 WIB

Di Zaman Jepang Semua Sulit, Tapi BBM Murah

Saat perekonomian lumpuh akibat perang Asia Timur Raya, Jepang menurunkan harga BBM.

Tentara Jepang
Foto:
Sosok pendiri NU KH Hasyim Asyari ketika berbicara dengan tentara Jepang. Kiai Hasyim salah seorang ulama yang menentang Belanda dan menolak melakukan praktik upacara Saikeirei.

Pada Agustus 1942, lima bulan setelah pendudukan Jepang, sejumlah pedagang Cina dan Arab ditangkap karena kedapatan menaikkan harga dagangannya di atas ketentuan pemerintah. Nama mereka pun diumumkan di surat kabar.

Namun, ketatnya pengawasan, tidak mengurangi mereka untuk melakukan penimbunan. Menjual barang sambil menunggu kenaikan harga-harga.

Yang unik kala itu pihak Kotapraja Jakarta mendistribusikan berbagai barang ke toko-toko. Namun, para pembeli tidak melihatnya karena barang-barang tersebut dijual para pedagang di pasar gelap dengan harga jauh di atas ketentuan.

Kala itu, boleh dikata hampir seluruh rakyat hidup melarat. Termasuk, para orang kaya hidup sangat prihatin. Banyak yang mati kelaparan.

Di Jl Gajah Mada dan Hayam Wuruk, sudah merupakan pemandangan biasa bila melihat orang mati di bawah pohon tepi jalan. Mereka umumnya para pendatang dari Jawa, yang ingin mengais rezeki di ibu kota. Sementara, warga Jakarta yang juga hidup susah tidak dapat menolong atau memberi pekerjaan.

Boleh dikata, tidak banyak yang dilakukan Jepang selama 3 1/2 tahun di Indonesia. Tidak satu gedung pun dibangun di Jakarta. Jepang hanya mengganti nama-nama jalan, taman, dan tempat. Tidak kurang 250 nama jalan dan taman diganti nama Jepang.

Yang sangat ditentang kala pendudukan Jepang adalah upacara Saikeirei, yakni memberi hormat setiap pagi pada Teino Heika, kaisar Jepang yang dipercaya sebagai putra matahari. Para ulama yang menganggapnya syirik rela untuk menghadapi keganasan Kempetai sekalipun ada yang sampai diinjak-injak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement