Jumat 13 Jul 2018 07:16 WIB

Mereka-reka Keindahan Senja di Batavia

Keindahan kota tua Batavia disebut melebihi negeri Belanda.

Kastil Batavia Dihancurkan
Foto:
Kota Batavia di masa lalu saat VOC mempunyai kantor perwakilan

Menurut Bernard Dorleans dalam buku Orang Indonesia & Orang Prancis dari Abad ke-XVI s/d Abad XX, pada 1815 Batavia hanya berpenduduk 47 ribu jiwa dan pada akhir abad ke-19 sebanyak 116 ribu jiwa. Dengan kata lain, ibu kota Hindia Belanda ini bersuasana pedesaan bila dibandingkan dengan kota industri dan pelabuhan Surabaya yang berpenduduk 147 ribu jiwa dan berirama hidup lebih cepat.

Gubernur Jenderal Daendels, setelah memporak-porandakan kota tua Batavia, membangun Weltevreden belasan kilometer selatan kota tua. Di samping gedung dan perkantoran sebagai pusat pemerintahan, ia juga membangun lapangan Gambir yang mula-mula diberi nama Champs de Mars. Kemudian menjadi Konings Plein saat Belanda berkuasa kembali. Di Weltevreden ia juga membangun Waterlooplein yang kini menjadi Lapangan Banteng.

photo
Kali Besar Barat di Batavia

Konings Plein yang oleh warga Betawi disebut Lapangan Gambir dan Lapangan Ikada pada masa Jepang (kini Lapangan Monas), mungkin merupakan lapangan paling luas di dunia. Lebih luas dari lapangan Santo Pietro di Vatikan tempat Paus bertatap muka dengan para jamaah Katholik. Juga lebih luas dari Tian An Men di Beijing dan Lapangan Merah di Moskow.

Di dekat Monas terdapat Kebun Sirih. Dari namanya sudah dapat diperkirakan, kawasan itu dulu merupakan kebun sirih. Tanaman merambat yang belum begitu lama berselang digemari banyak orang untuk dikunyah-kunyah nyirih (makan sirih). Kelengkapannya antara lain kapur (sirih), pinang dan gambir.

Sampai 1960-an di rumah-rumah masih tersedia tempat sirih untuk para ibu yang datang bertamu dengan tempolong untuk membuang ludah berwarna merah setelah mengunyahnya. Sampai abad ke-19 bukan hanya wanita, pria pun banyak yang nyirih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement