Kamis 26 Oct 2017 06:33 WIB

Mengenang Era Keemasan Sepak Bola Indonesia

Maulwi Saelan
Foto:
Suporter timnas Indonesia (ilustrasi)

Soal persepakbolaan di Indonesia saat ini, Saelan yang pernah jadi ajudan Bung Karno berpendapat, terlalu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan PSSI, jika sepak bola Indonesia ingin dibenahi. Harus diciptakan kompetisi profesional standar AFC dan FIFA. Sayangnya, sepak bola Indonesia sekarang ini malah terancam kritis.

Saya sendiri (penulis) sependapat dengan Saelan bahwa pada awal tahun 1950-an, PSSI pernah merupakan kesebelasan yang tangguh, disegani dan diperhitungkan di Asia. Kala itu, Arab Saudi dan negara-negara Teluk belum dikenal. Lalu, bagaimana dengan kesebelasan-kesebelasan di Afrika? Kala itu sebagian besar belum merdeka dan masih hidup dalam suasana penjajahan.

Malaysia, Singapura, dan Thailand belum merupakan kesebelasan tangguh. Vietnam masih berperang dengan Amerika Serikat. Sampai 1960-an di era Presiden Soekarno, PSSI sering mengadakan lawatan ke Eropa khususnya negara-negara Eropa Timur. Meski beberapa kali kalah, hasilnya tidak mengecewakan.

Sebaliknya, tim dari negara Eropa Timur juga sering datang ke Indonesia. Termasuk kesebelasan Yugoslavia, yang ketika itu belum pecah menjadi beberapa negara. Hasil kunjungan tim Yugoslavia menghasilkan pelatih yang cukup lama menangani PSSI: Tony Poganick.

Kembali lebih ke belakang, sejak 1928 hampir bersamaan dengan Sumpah Pemuda, di Jakarta sudah berdiri Voetbalbond In do nesiche Jakarta (VIJ), organisasi yang menjadi nenek moyangnya Per sija alias kumpulan sepak bolanya orang Jakarta. Pemain-pemain VIJ adalah anggota Jong Java, Jong Celebes, Jong Sukmatra nen Bond, Kaum Betawi, dan organisasi lainnya yang ikut dalam Kongres Pemuda II di Batavia.

Mereka melancarkan perlawanan terhadap Nederlands Indish Voetbal Bond (NIVB) yang dibentuk Belanda berdasarkan rasisme karena melarang pribumi masuk ke NIVB. Selang dua tahun (1930), perlawanan memuncak dengan lahirnya PSSI. Di lapangan belakang bioskop Roxy (daerah Cideng) pada 1932, dilangsungkan kejuaraan nasional PSSI. Hoesni Thamrin yang memiliki andil besar dalam membangun Lapangan VIJ, meminta Bung Karno melakukan tendangan pertama saat final antara VIJ dan PSIM (Yogyakarta). Bung Karno kala itu baru keluar dari penjara Sukamiskin, Bandung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement