Senin 27 Feb 2017 07:00 WIB

Gang Sadar, Lokalisasi Tersohor Sejak Jakarta Bernama Batavia

lokalisasi prostitusi di Jakarta tahun 1948
Foto: gahetna.nl
lokalisasi prostitusi di Jakarta tahun 1948

Taman Impian Jaya Ancol merupakan salah satu tempat rekreasi yang paling banyak diserbu warga Ibu Kota selama Lebaran. Sedangkan di tempo doeloe adalah zandvoort, yang oleh lidah Betawi disebut ‘sampur’. Jaraknya sekitar tiga kilometer dari Ancol yang ketika itu masih hutan belukar dan sarang monyet. Hingga kendaraan yang lewat Ancol harus berjalan perlahan dan ekstra hati-hati, karena monyet-monyet seringkali berhamburan keluar. Konon, Belanda memberikan nama zandvoort meniru nama salah satu pantai di negerinya.

Pada 1950-an rekreasi ke zandvoort sangat menyenangkan. Rekreasi ke tempat ini tidak memerlukan biaya besar. Karena tidak dipungut bayaran satu sen pun.

Keluarga dapat menggelar lesehan untuk menangsel perut sambil menikmati deburan ombak dan angin laut. Kini zandvoort hanya tinggal nama. Ketika saya mendatanginya beberapa waktu lalu, tempat yang dulu banyak dikunjungi warga Jakarta karena pantainya yang bersih ini sudah tidak berbekas. Yang tersisa hanya sejumlah gudang. Pantainya pun kotor dipenuhi sampah.

Sampai 1950-an nama-nama Belanda boleh dikata masih mendominasi nama tempat, jalan dan gang di Jakarta. Bahkan, saat kota Batavia masih berbentuk benteng dari Pasar Ikan sampai Pinangsia sekarang, jalan dan nama tempat seluruhnya meniru kota-kota di Belanda. Jl Pinangsia yang saat itu merupakan jalan raya paling bergengsi diberi nama Tijgerstraat. Ada jalan raya bernama Amsterdamstraat. Kawasan di luar benteng oleh Belanda dinamakan Ommelanden atau daerah pinggiran.

Kemudian, ketika benteng semakin padat penduduknya, Belanda menggarap daerah ini. Ia menempatkan berbagai etnik dan suku yang masing-masing dipimpin seorang kapiten. Kapiten Jongker beserta orang-orang Maluku ditempatkan di daerah yang kini dikenal dengan Pejongkoran (dari nama Jongker), di Cilincing, Jakarta Utara. Kapiten Gusti Bedulu dari Bali dan para pengikutnya ditempatkan di sebelah barat benteng Angke, Jakarta Barat. Kini disebut Kampung Gusti. Pasukan Melayu dipimpin Wan Abdullah Bagus ditempatkan di sebelah selatan Jatinegara atau Kampung Melayu.

Pasukan Melayu lainnya di bawah pimpinan Ence Awang ditempatkan dibagian selatan Kampung Melayu. Kini disebut Cawang. Pada 1920-an, Belanda membangun kawasan elite Menteng dengan NV Gondangdia sebagai developer-nya. Sekali pun pada 1980-an nama Jl Gondangdia diganti Jl R Panji Suroso, tapi nama Gondangdia masih tetap berkibar hingga sekarang. Di kawasan Menteng ini terdapat Van Heutszboulevard atau Jl Teuku Umar. Nama ini untuk mengabadikan panglima Belanda dalam perang Aceh, Jenderal van Heutsz.

Sejak dulu jalan ini menjadi tempat tinggal para petinggi dan orang ternama. Salah satu rumah di Jl Teuku Umar yang masih seperti saat dibangun 70 tahun lalu adalah kediaman mendiang Jenderal Besar AH Nasution. Yang dikenal jujur, hidup sederhana dan tidak pernah menyalah gunakan jabatan. Jl Imam Bonjol sejak dulu juga merupakan kawasan elite dan tempat tinggal para diplomat asing. Dulunya bernama Oranye Boulevard. Pada masa pendudukan Jepang, Laksamana Maeda, panglima AL Jepang tinggal disini.

Pada malam menjelang 17 Agustus 1945, Bung Karno, Bung Hatta dan sejumlah pemuda mengadakan pertemuan di kediamannya dan membuat konsep teks proklamasi. Pertemuan berlangsung hingga menjelang sahur. Jl Garuda di Kemayoran, Jakarta Pusat sampai tahun 1960-an masih bernama Jl Kraan. Meester Kraan adalah salah seorang konglomerat Belanda tempo doeloe yang tinggal di jalan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement