Kamis 19 Jan 2017 15:23 WIB

Pasar Senen, Gudang Buku Loakan Hingga PSK Mencari Nafkah

Kesibukan Lalu Lintas di Pasar Senen
Foto: Arsip Nasional
Kesibukan Lalu Lintas di Pasar Senen

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Salah satu tempat hiburan pada 1950-an, terutama pada waktu malam, adalah sekitar Pasar Senen, Jakarta Pusat. Senen kala itu jauh lebih gemerlap dibanding Pasar Tanah Abang yang sebagian besar masih gubuk-gubuk. Sebagai anak Kwitang, pergi ke Senen hanya tinggal menyeberang saja dari Jalan Kramat Raya.

Dari bioskop Rivoli yang kini sudah almarhum hingga ke bioskop Grand (kini Kramat), ratusan pedagang berjejer menggelar dagangannya. Pasar Senen yang dipenuhi para pedagang kelas menengah dan bawah sejak awal abad ke-20 telah menjadi jantung kota yang tidak pernah tidur. Di sini, kita bisa mendapatkan apa saja, termasuk tukang copet dan tukang jambret yang dikenal dengan Buaya Senen.

Pasar yang dibangun bersamaan dengan 'saudaranya', pasar Tanah Abang pada awal abad ke-18, saat medio 1940-an telah menjadi tempat bertemunya para intelektual muda seperti para pejuang Dr AK Gani dan Chaerul Saleh. Untuk menghemat biaya, mereka mencari dan menjual buku-buku loakan di belakang bioskop Grand. Menurut almarhum SM Ardan, seorang seniman Senen pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), seniman Chairil Anwar sering muncul di Senen.

Di Pasar Senen inilah terdapat tempat pelacuran yang paling besar jumlahnya di Jakarta yang oleh Gubernur Ali Sadikin dipindahkan ke Koja, Tanjung Priok. Planet Senen letaknya dari bioskop Rex hingga ke Jalan Tanah Nyonya di pinggiran Gunung Sahari.

Ribuan PSK mencari nafkah dengan menggaet lelaki hidung belang. Mereka membangun kamar-kamar kecil dari kayu dan ada pula yang memilih gerbong-gerbong bara kereta api yang diparkir di tempat ini. Nama Planet ini diberikan saat terjadi persaingan antara Uni Soviet dan Amerika dalam perebutan pengiriman sputnik ke ruang angkasa.

Senen juga terkenal sebagai tempat para seniman berkumpul pada malam hari hingga fajar. Ini senada dengan yang dituturkan oleh almarhum Misbach Yusa Biran dalam buku Keajaiban di Pasar Senen. Tempat berkumpulnya para seniman Senen itu kini tidak berbekas lagi karena dibangun flyover.

Menurut Misbach, berkumpulnya para seniman Senen sejalan dengan mulai ramainya produksi film dan ramainya pementasan sandiwara. Pilihan Senen tempat kumpulnya para seniman karena berdekatan dengan Gedung Kesenian di Pasar Baru.

Di Senen, terdapat produser film Golden Arrow. Apalagi, waktu itu Senen dilintasi trem listrik dari berbagai jurusan.

Para seniman yang tampil di Senen, di samping Misbah Yusa Biran dan SM Ardan, ada Sukarno M Noer, ayah dari Plt Gubernur Banten Rano Karno. Lalu, ada Ajip Rasidi, HB Jasin, Harmoko, dan Zulharman S yang pernah menjadi ketua umum PWI Pusat. Tempat ngumpul mereka kala itu di rumah makan Padang, Merapi, dan tempat penjual kue putu.

Pasar Senen berdekatan dengan tempat hiburan, seperti lima buah bioskop masing-masing Grand (Kramat), Rivoli, Rialto, Rex, dan tempat kesenian Sunda, Miss Tjitjih. Dari tempat-tempat hiburan yang kala itu ramai pengunjungnya, yang tinggal hanya bioskop Grand.

Rivoli dijadikan hotel, kesenian Sunda Miss Tjitjih sudah pindah dan tidak berada di Senen lagi. Bioskop Rex sudah jadi pertokoan sedangkan bioskop Rialto kini sudah menjadi pagelaran Jawa wayang orang yang hidupnya Senen-Kemis.

Sebagian besar toko-toko di Pasar Senen milik masyarakat Cina. Terlihat dari nama-nama jalan tempo dulu, seperti Gang Cap Gokeng (15 pintu). Di dekatnya terdapat Gang Topekong. Di sini terdapat sebuah topekong yang banyak diziarahi masyarakat Tionghoa di tempat yang berlangsung cap gomeh. Patung tersebut diarak keliling kota. Disaksikan penonton yang berdiri di kiri-kanan jalan.

Pada 1950-an, terkenal nama Imam Syafe'ie dengan sebutan Bang Pi'ie. Dia adalah seorang jagoan Senen yang sangat disegani dan juga ditakuti. Perwira dengan pangkat letkol ini pernah menjadi staf dari panglima ABRI Jenderal Nasution. Meski ada yang mengatakan dia buta huruf, dia lulusan sekolah staf AD. Kehebatannya adalah dia pernah menguasai preman di Jakarta. Mereka semua takluk kepadanya.

Awalnya, dia hanya menjadi jagoan di Pasar Senen setelah berhasil merobohkan seorang jagoan lainnya. Terhadap anak buahnya, dia sangat disiplin. Anak buahnya yang berbuat kejahatan dipecut dengan buntut ikan pari yang berduri-duri.

Karena preman-preman di Jakarta menghormatinya, Bung Karno pun tertarik terhadap Bang Pi'ie dan mengangkatnya sebagai menteri keamanan nasional. Dia turut ditangkap ketika Bung Karno dijatuhkan dan diganti dengan Pak Harto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement