Sabtu 19 Sep 2020 12:42 WIB

Hari Ini dalam Sejarah: Wafatnya Diktator Tunisia Ben Ali

Jatuhnya kekuasaan presiden Tunisia Ben Ali mengawali gelombang Arab Spring

Zine El-Abidine Ben Ali
Foto: CNN
Zine El-Abidine Ben Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini tepat satu tahun sejak Zine el Abidine Ben Ali meninggal dunia pada 19 September 2019. Mantan presiden Tunisia itu wafat dalam usia 83 tahun. Sosok yang berkuasa selama lebih dari dua dekade itu menghembuskan nafas terakhir kala berada dalam pengasingan di Arab Saudi.

Sekitar sebulan usai dirinya tak lagi menjabat, ia dilaporkan sempat mengalami stroke. Selama delapan tahun di Arab Saudi, ia menjalani berbagai perawatan medis. Ben Ali akhirnya dipastikan meninggal selagi dirawat di sebuah rumah sakit di Jeddah. Jenazahnya dimakamkan di Pekuburan al-Baqi, Madinah.

Baca Juga

Jatuhnya kekuasaan Ben Ali bermula pada 14 Januari 2011. Sang presiden kedua Tunisia itu digulingkan dari tampuk kekuasaan oleh revolusi rakyat setempat. Pengadilan in absentia pun sempat digelar untuk mengadili dirinya, yang sudah lebih dahulu menyelamatkan diri bersama dengan keluarganya ke luar negeri.

Dalam pengadilan yang diadakan enam bulan usai Ben Ali melarikan diri, ia dan istrinya—Leila Trabelsi—divonis penjara 35 tahun dan denda sebesar 66 juta dolar AS (sekitar Rp 900 miliar). Keduanya diyakini bersalah karena telah melakukan penggelapan dan korupsi uang negara.

Selama 23 tahun berkuasa, ia juga dtuding telah memerintah secara otoriter, termasuk pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya.

Picu Arab Spring

Revolusi yang menjungkalkan kekuasaannya bermula dari kasus seorang pedagang kaki lima, Mohamed Bouazizi. Warga Tunisia itu melakukan bakar diri setelah merasa frustrasi akibat aparat kepolisian mengambil secara paksa barang dagangannya. Kejadian itu menyulut emosi kolektif rakyat Tunisia, yang memandang betapa sulit dan terkekangnya kehidupan mereka di bawah rezim Ben Ali.

Sempat menerima perawatan medis, Bouazizi akhirnya meninggal pada 4 Januari 2011. Massa demonstran memandang aksi bakar diri yang dilakukannya sebagai representasi protes terhadap kekuasaan. Apalagi, Ben Ali semasa menjabat sebagai presiden Tunisia dikabarkan memiliki gaya hidup yang mewah. Padahal, kebanyakan rakyatnya masih harus berjuang secara ekonomi.

Gelombang protes yang terjadi di Tunisia itu bahkan meluas ke negara-negara tetangga di Afrika Utara dan Timur Tengah, termasuk Mesir, Suriah, Libya, Bahrain, dan Yaman. Fenomena ini akhirnya jamak disebut Musim Semi Arab (Arab Spring). Aksi massa di berbagai negara itu menghendaki jatuhnya rezim otoriter dan menggantinya dengan demokrasi.

Revolusi Tunisia mengawali gelombang Arab Spring di Timur Tengah dan Afrika utara. Terdampak fenomena desakan demokrasi ini, rezim Hosni Mubarak jatuh di Mesir. Adapun Libya dan Yaman justru terjerembab dalam konflik saudara. Suriah mengalami nasib yang tragis karena menjadi arena perang yang tak kunjung usai hingga saat ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement