Kamis 13 Sep 2018 19:30 WIB

Babad Tanah Cirebon, Tradisi Pengingat Hari Jadi Cirebon

Pembacaan Babad Cirebon memberikan motivasi dan dorongan spiritual bagi masyarakat

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agung Sasongko
Keraton Kanoman Cirebon
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Keraton Kanoman Cirebon

REPUBLIKA.CO.ID,

‘’Apabila anda ingin kemuliaan, pergilah ke gunung Amparan Jati. Di sanalah anda berguru agama Muhammad Rasulullah. Itu agama yang mulia. Bergurulah anda kepada Syekh Nur Jati alias Syekh Datul Kahfii, agar anda menjadi Waliyullah‘’. 

Begitulah suara tanpa rupa yang didengar Pangeran Walangsungsang, usai bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Putra dari Prabu Siliwangi itu pun mengikuti suara yang didengarnya untuk berguru agama Islam. Dia bahkan rela meninggalkan istana dan semua yang menjadi haknya sebagai putra penguasa raja Pajajaran. Apalagi, Prabu Siliwangi saat itu murka dan tak terima jika putranya ingin memeluk agama Islam.

Singkat cerita, Pangeran Walangsungsang yang pergi mengembara akhirnya sampai di puncak Gunung Amparan Jati dan bertemu dengan Syekh Dzatuk Kahfi. Pangeran Walangsungsang yang didampingi istrinya, Nyi Indang Geulis dan adiknya, Rarasantang pun memeluk agama Islam.

Ulama besar dari Mekah itu lantas memerintahkan Walangsungsang membuka hutan Kebon Pesisir untuk dijadikan sebagai pemukiman. Sang pangeran pun melaksanakan perintah gurunya untuk membuka hutan Kebon Pesisir. Di situlah akhirnya ditetapkan Hari Jadi Cirebon, yang dimemorikan pada Minggu Kliwon, 1 Sura 1367 Saka / 1 Muharam 867 Hijriyah/1445 Masehi.

Tak hanya babad alas, Syekh Dzatuk Kahfi juga memerintahkan Walangsungsang dan adiknya, Rarasantang, untuk pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah. Perintah itu pun mereka laksanakan.

Dalam pelaksanaan ibadah haji itu, Rarasantang kemudian dinikahi oleh Sultan Mesir. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Syarif Hidayatullah atau yang kelak dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Perjalanan sejarah lahirnya Kota Cirebon tersebut disampaikan melalui pembacaan Babad Cirebon di Bangsal Witana Keraton Kanoman, Kota Cirebon, Rabu (12/9) malam. Pembacaan babad itupun telah menjadi tradisi setiap peringatan hari jadi Kota Cirebon. Pada tahun ini, Kota Cirebon memperingati hari jadi ke-649 tahun pada Selasa (11/9).

Melalui tradisi tersebut, Penjabat Wali Kota Cirebon, Dedi Taufik mengajak segenap masyarakat untuk kembali mengingat sejarah berdirinya Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam oleh para wali. "Pembacaan Babad Cirebon memberikan motivasi dan dorongan spiritual bagi masyarakat agar terus ingat pada latar belakang sejarah budayanya,"kata Dedi.

Dedi mengungkapkan, penetapan hari jadi Cirebon yang diperingati setiap 1 Muharram merupakan bentuk perwujudan konsistensi masyarakat Kota Cirebon pada nilai-nilai ajaran Islam yang diajarkan Sunan Gunung Jati. Babad Cirebon juga menggambarkan pola kehidupan masyarakat Cirebon selama berabad-abad.

"Dan ini harus dipahami masyarakat terutama generasi muda," tegas Dedi.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, yang turut hadir dalam pembacaan Babad Cirebon, mengapresiasi tradisi tersebut. Menurutnya, Babad Cirebon merupakan salah satu sarana untuk mengenalkan budaya Cirebon dan sejarah terbentuknya Cirebon kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Apalagi, sejarah Cirebon juga berkaitan dengan sejarah Jabar.

"Tahun depan bupati dan wali kota di Jabar akan diundang untuk mendengarkan Babad Cirebon karena ini berkaitan dengan sejarah Jabar," tukas Uu.

Uu menambahkan, tradisi pembacaan Babad Cirebon pun bisa menjadi salah satu sarana untuk mengenalkan budaya Cirebon. Terutama di era persaingan global seperti sekarang, budaya harus menjadi daya tarik wisatawan mancanegara agar berkunjung ke Cirebon.

Sementara itu, Pangeran Patih Raja Muhammad Qodiran yang mewakili Sultan Kanoman, Raja Muhammad Emirudin, mengungkapkan, pembacaan Babad Cirebon saat ini dilakukan di Bangsal Witana, yang biasanya dilakukan di Bangsal Jinem Keraton Kanoman. Pasalnya, dari arti bahasa, Witana yaitu Awit Ana (pertamanya ada) atau diartikan asal adanya Cirebon.

"Konsep kegiatannya pun lesehan agar para pejabat yang hadir menyadari bahwa jabatan yang mereka emban berasal dari rakyat, maka harus sejajar," ucap Qodiran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement