Jumat 02 Feb 2018 16:17 WIB

MIAI dan Deretan Ormas Islam yang Berjuang Mendirikan Indonesia

Berkat MIAI, umat Islam di Tanah Air terselamatkan dari serangan penjajah.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Karta Raharja Ucu
Gedung MIAI
Foto:
Tentara Jepang (Ilustrasi).

Melalui MIAI inilah ulama-ulama Indonesia dari berbagai pergerakan, organisasi dan partai politik bisa satu dan konsisten dalam bersikap. Ketika Jepang datang dan menguasai pasifik, ulama di Indonesia tetap kompak bersikap. Tidak tergoyahkan oleh sikap politik dari kelompok non agama yang terpecah antara mendukung Belanda atau Jepang.

Para Ulama dan tokoh politik Islam dalam MIAI dapat menentukan sikap kemandirian politiknya, bahkan tidak terbawa arus perubahan di Saudi Arabia yang disebut beraliran Wahabi, serta Mesir dan Turki yang menjadi sekuler. Namun Jepang sadar, untuk meraih hati masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim mendukung Imperium Tenno Heika harus meraih hati ulama.

Maka berbagai cara Jepang lakukan untuk mengubah opini kelompok Islam akan kehadiran Nippon di nusantara dan umat Islam bisa ikut dalam Kekaisaran Tenno Heika. Jepang mengundang perwakilan pimpinan MIAI ke Jepang dan berjanji akan menaruh perhatian besar kepada umat Islam tidak seperti Belanda.

Tenno Heika bahkan bersedia mengikuti apa yang diputuskan oleh Kongres MIAI, antara lain soal Bendera Merah Putih yang boleh dikibarkan. Ini terlihat pada video asli lagu Indonesia Raya dengan tiga stanza, yang memperlihatkan bagaimana Jepang memperbolehkan bendera merah putih dikibarkan.

Setelah itu Jepang juga membebaskan beberapa para ulama dan tokoh perjuangan yang selama ini ditawan dan diasingkan Belanda. Seperti Abdoel Karim Amroellah (Buya Hamka), Soekarno, Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Ini semua dilakukan Jepang untuk mendapatkan simpati umat Islam di Tanah Air.

Namun setelah Jepang menang menguasai pasifik, dan pasukan sekutu menyerahkan Indonesia dalam perjanjian Kalijati 8 Maret 1942, sikap Nippon berubah. Yang awalnya ramah dengan ulama dan umat Islam, Jepang berusaha menerapkan Nipponisasi. Dimulai dalam semua sendi kehidupan tidak terkecuali agama.

Nippon satu per satu membubaran partai politik Islam, di antaranya PSII (Partai Sjarikat Islam Indonesia) dibubarkan pada 2 Mei 1942, dan PII (Partai Islam Indonesia) dibubarkan pada 20 Mei 1942. Dalam perjalanannya Jepang ternyata menerapkan politik perpecahan yang berujung pada dibubarkannya MIAI pada 1943 dan berubah menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Dari perjalanan Majelis Islam A'la Indonesia ini terlihat jelas betapa besar peran umat Islam dan para ulama atas kemerdekaan bangsa ini. Bahkan seorang E.F.E. Douewes Dekker Setiaboedhi menyatakan: "Jika tidak karena sikap dan semangat perjuangan para ulama, sudah lama patriotisme di kalangan bangsa kita mengalami kemusnahan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement