REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Melisa Riska Putri dan Halimatus Sa'diyah, wartawan Republika.co.id
Banyaknya koperasi di Tanah Air saat ini rupanya tidak semuanya sejalan dengan desain awal koperasi milik wakil presiden Indonesia pertama, Mohammad Hatta. Bung Hatta, begitu sapaan akrabnya, sebenarnya memiliki mimpi besar terhadap perekonomian rakyatnya. Ia ingin persatuan hati dan kebersamaan membawa kesejahteraan bagi perekonomian seluruh rakyat Indonesia.
Putri sulung Bung Hatta, Meutia Farida Hatta, menyatakan, pada saat belajar di Belanda, Bung Hatta melihat perekonomian tanah airnya dikelola secara tidak baik. “Lalu, apa yang baik untuk rakyat? Bung Hatta pergi ke Denmark melihat koperasi dan berpikir, ini yang cocok karena prinsip kebersamaan di desa-desa antarkaum, antarkerabat,” ujar dia.
Meutia melanjutkan, kebersamaan itu penting. Sebab, dengan kebersamaan, orang tidak bersaing untuk saling mematikan tetapi bermitra bersama-sama dalam suatu wadah yang disebut 'koperasi'. “Jadi, sama-sama untung, supaya terus ada,” kata dia. "Tidak seperti sistem kapitalisme yang menindas rakyat."
Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Revrisond Baswir, juga mengkritik bentuk koperasi saat ini. "Silahkan dilihat pasal 1, maksud Bung Hatta dari perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan yaitu koperasi," katanya menjelaskan.
Sayangnya, kata Revrisond, koperasi di Indonesia saat ini belum sesuai dengan amanat pasal 33. Ia menegaskan, seharusnya koperasi dikembangkan untuk melaksanakan produksi dan distribusi.
"Jangankan distribusi produksi, sekarang adanya koperasi simpan pinjam (KSP). Ini disorientasi, mestinya perpendek jalur distribusi dan kembangkan koperasi," katanya menegaskan.
Hal itu, ungkap Revrisond, seiring dengan batalnya uji yudisial Undang-Undang Perkoperasian pada 2012 karena dianggap berjiwa korporasi. Dengan begitu, Indonesia kini tidak memiliki UU koperasi yang definitif sehingga berlakulah UU sebelumnya.