Ahad 27 Aug 2017 18:25 WIB

Timnas Kalah Bukan karena Pelatih, PSSI Pertahankan Milla

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ratna Puspita
Pelatih timnas Indonesia U-22 Luis Milla (kedua kanan) menenangkan pemain seusai bertanding melawan Timnas Malaysia U-22 dalam babak semi final SEA Games XXIX Kuala Lumpur di Stadion Majlis Perbandaran Selayang, Malaysia, Sabtu (26/8). Indonesia gagal ke final setelah kalah 0-1 dari Malaysia.
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Pelatih timnas Indonesia U-22 Luis Milla (kedua kanan) menenangkan pemain seusai bertanding melawan Timnas Malaysia U-22 dalam babak semi final SEA Games XXIX Kuala Lumpur di Stadion Majlis Perbandaran Selayang, Malaysia, Sabtu (26/8). Indonesia gagal ke final setelah kalah 0-1 dari Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) menolak anggapan kegagalan timnas Garuda U-23 pada SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia, lantaran kualitas bermain para penggawa Merah Putih. Ketua Umum PSSI, Letnan Jenderal (Letjen) Edy Rahmayadi juga menegaskan, kandasnya Hansamu Yama Pranata dan kawan-kawan bukan juga lantaran kualitas Luis Milla Aspas sebagai pelatih. 

Karena itu, Edy mengatakan, PSSI akan tetap mempertahankan Milla sebagai pengisi kursi pelatih skuat nasional. Menurut dia, pelatih dari Spanyol itu tak bisa disalahkan atas prestasi yang meleset di pesta olahraga terbesar Asia Tenggara tahun ini. “Saya pikir, bukan salah Luis Milla lagi ini,” kata dia, kepada Republika, pada Ahad (27/8).

Jenderal bintang tiga itu menerangkan, target yang meleset tahun ini lantaran sejumlah hal. Persoalan pertama, menurut Edy, sepanjang pertandingan babak penyisihan Grup B, Milla kehilangan sejumlah pemain inti. 

Kondisi tersebut, menurut Edy, memengaruhi susunan pemain inti saat laga semifinal, melawan Malaysia, Sabtu (26/8). Beberapa pemain, seperti bek Hansamu, dan penyerang Marinus Wanewar serta gelandang Muhammad Hargianto, absen saat semifinal. 

Absennya tiga pemain andalan tersebut lantaran akumulasi kartu kuning yang didapat selama penyisihan Grup B. Edy mengatakan, beberapa kartu kuning yang didapat terbilang wajar. Tapi, ada yang didapat lantaran emosional para pemain sendiri. 

Ia mengatakan itu seperti rangkaian kartu kuning saat Indonesia melawan Timor Leste, dan Vietnam, juga Kamboja, selama penyisihan grup, sepanjang pekan lalu. “Karakter (pemain) kita ini, yang harus kita benahi lagi. Perilaku-perilaku yang tak patut dari pemain, itu membahayakan tim,” ujar dia. 

Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) tersebut membela Milla dan staf pelatih lain, yang sabar meredam emosi para pemainnya saat di dalam maupun luar lapangan. “Ini (kontrol emosi) ini yang perlu kita evaluasi. Kalau kita tengok itu Lionel Messi, main ditendang sama lawan berapa kali itu. Tetapi, dia tetap tenang dan senyum,” ujar Edy mencontohkan. 

Soal permainan Evan Dimas dan kawan-kawan, Edy mengaku tak ragu. Menurut dia, Milla sudah menampakkan kualitasnya sebagai pelatih, dengan memberikan kemajuan baik bagi permainan timnas Garuda selama ini. “Tetapi, kita lihat kondisi yang ada, dia bukan kalah karena kualitias, jadi cenderung kepada faktor non-teknis,” kata Edy. 

Edy menerangkan Milla masih punya pekerjaan panjang di Indonesia. Yaitu, membentuk skuat Garuda Indonesia setengguh mungkin untuk gelaran Asian Games 2018, lewat perekrutan para pemain-pemain gemilang hasil dari kompetisi sepak bola nasional atau Liga 1.

Timnas Indonesia U-22 tak berhasil memahat prestasi gemilang di SEA Games tahun ini. Usaha skuat Merah Putih agar bisa pulang dengan medali emas, gagal setelah kandas 0-1 dari Malaysia di babak semifinal, Sabtu (26/8). 

Timnas Indonesia saat ini cuma bisa bermimpi pulang membawa pulang medali perunggu. Itu pun kalau mampu menumbangkan skuat dari Myanmar, di Stadion Shah Alam, Selangor, Malaysia, pada Selasa (29/8). Jika kembali kandas maka kebangkitan sepak bola nasional yang diidamkan tahun ini akan pupus. 

Padahal, menegok target yang diinginkan PSSI dari SEA Games tahun ini, yaitu memastikan timnas di podium utaman, meraih medali emas. Prestasi tertinggi, yang pernah di dapat timnas Indonesia, pada SEA Games 1991.

Kegagalan timnas meraih medali emas tahun ini bukan cuma milik PSSI. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bersama Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) juga merasakan target yang meleset. Sebab, dua otoritas olahraga tersebut menagetkan timnas Garuda Indonesia dengan prestasi medali perak.

Kalau menengok riwayat tanding skuat Garuda Indonesia di SEA Games tahun ini, memang layak bikin bangga. Mengawali pertandingan di penyisihan Grup B, bersama tim-tim dari negara sepak bola terkuat di Asia Tenggara, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Timor Leste.

Pada awal penyisihan Grup B, perjumpaan dengan tim Gajah Perang, timnas Indonesia mampu bermain imbang 1-1. Hasil imbang tersebut sebetulnya sudah menampakkan peningkatan. Sebab, selama ini, satu-satunya negara sepak bola terberat bagi Indonesia hanya Thailand.

Hasil pertandingan pertama tersebut dilanjutkan dengan pesta gol Indonesia ke gawang Filipina. Laga kedua antara kedua kesebelasan ketika itu berakhir dengan skor telak 3-0. Melawan Timor Leste, Indonesia menang tipis 0-1. Laga penentuan agar bisa mempertahankan peringkat aman di klasemen juga dilewati Indonesia dengan berhasil menahan imbang Vietnam dengan skor 0-0.

Laga terakhir penyisihan Grup B, saat melawan Kamboja, Indonesia menang 2-0 dan menembus peringkat kedua klasemen final Grup B, dengan nilai 11 angka. Timnas Garuda terpaut dua angka dari Thailand sebagai juara Grup B dengan nilai 13 angka.

Posisi sebagai runner-up Grup B, mengharuskan Indonesia bertemu Malaysia sebagai juara Grup A, di babak semifinal. Thailand menghadapi Myanmar sebagai peringkat kedua di grup seberang besama tuan rumah. Saat Indonesia kandas 0-1, dari Malaysia, Myanmar juga kandas dari Thailand, dengan skor serupa, Sabtu (26/8). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement