Senin 05 Feb 2024 07:48 WIB

Rapuhnya Hubungan Saling Dukung AS-Israel

Ben-Gvir mengatakan sikap AS akan berbeda bila dikuasai Donald Trump.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Presiden Joe Biden bersama PM Israel, Bejamin Netanyahu
Foto: VOA
Presiden Joe Biden bersama PM Israel, Bejamin Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kritik Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir pada pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menuai kecaman di Israel. Ben-Gvir mengatakan sikap AS akan berbeda bila dikuasai mantan Presiden Donald Trump.

Hal ini menunjukkan sensitivitas hubungan Israel dengan AS sebagai pendukung utama serangannya ke Gaza. Pemerintah Biden memberikan dukungan tak tergoyahkan pada serangan balasan Israel ke Gaza usai serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu.

Baca Juga

Kongres AS mengirimkan bantuan senjata ke Israel dan melindungi sekutunya itu dari seruan gencatan senjata. Namun Gedung Putih meminta Israel mengambil tindakan untuk mengurangi penderitaan rakyat sipil dan turut memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, Ben-Gvir mengkritik pemerintah Biden. Ia mengatakan Biden menghalangi upaya perang Israel dan Donald Trump akan memberi Israel keleluasaan yang lebih besar dalam memerangi Hamas. "Alih-alih memberikan dukungan penuh kepada kami, Biden justru sibuk memberikan bantuan kemanusiaan dan bahan bakar (ke Gaza), yang diberikan kepada Hamas," ujar Ben-Gvir, Sabtu (3/2024).

"Jika Trump yang berkuasa, sikap AS akan sangat berbeda," tambahnya. Pernyataannya tersebut menuai kecaman dari Benny Gantz, seorang pensiunan jenderal dan anggota Kabinet Perang Netanyahu yang beranggotakan tiga orang. Gantz mengatakan Ben-Gvir "menyebabkan kerusakan yang luar biasa" pada hubungan Amerika-Israel.

Dalam unggah di media sosial X, Gantz mengatakan setiap perselisihan harus dilakukan di forum yang relevan dan bukan dalam pernyataan-pernyataan yang tidak bertanggung jawab di media. Di media sosial X ketua oposisi Yair Lapid mengatakan pernyataan Ben-Gvir membuktikan ia "tidak memahami hubungan luar negeri" dan Netanyahu kehilangan kendali atas para ekstremis dalam koalisi pemerintahannya.

Tanpa menyebut nama Ben-Gvir, tampaknya Netanyahu menyinggung pada pernyataan menterinya itu dalam pidato mingguan Kabinet pada Ahad (4/2/2024). Perdana Menteri Israel itu berterima kasih kepada Biden atas dukungannya sembari menyoroti pengalamannya sendiri dalam berurusan dengan berbagai pemerintahan AS.

Ia menggambarkan pendekatan saling memberi dan menerima terhadap aliansi terpenting Israel. "Ada orang-orang yang mengatakan 'tidak' pada semua hal, menerima tepuk tangan di dalam negeri, tetapi mereka juga membahayakan kepentingan vital," katanya.

Ben-Gvir dan tokoh-tokoh sayap kanan lainnya, menyerukan migrasi massal "sukarela" bagi warga Palestina dari Gaza dan kembalinya pemukiman Yahudi yang dibongkar Israel saat mereka menarik mundur pasukannya dari wilayah tersebut pada tahun 2005. Pemerintahan Biden menentang skenario semacam itu.

Serangan Israel telah meratakan sebagian besar Gaza dan membuat 85 persen penduduknya mengungsi dan membuat seperempat penduduknya kelaparan. Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan dalam 24 jam terakhir 127 mayat dibawa ke rumah sakit.

Sehingga total korban tewas dari pertempuran yang berlangsung hampir empat bulan mencapai 27.365 jiwa. Kementerian tidak membedakan korban jiwa dari warga sipil dan kombatan namun mengatakan sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.

Jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi karena kementerian mengatakan banyak korban tertimbun di bawah reruntuhan akibat serangan udara atau tidak dapat dijangkau oleh para responden pertama. Ribuan orang kembali berkumpul di Tel Aviv pada Sabtu (3/2/2024) malam, untuk melakukan aksi protes yang mengkritik penanganan Netanyahu terhadap perang dan nasib para sandera.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement