Kamis 25 Jan 2024 23:56 WIB

Citra Buruk Wajah Islam dan Muslim di Industri Perfilman Bollywood

Sinemas India gambarkan Islam dan Muslim tak proporsional.

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Bendera India (Ilustrasi). Sinemas India gambarkan Islam dan Muslim tak proporsional
Foto: IST
Bendera India (Ilustrasi). Sinemas India gambarkan Islam dan Muslim tak proporsional

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Pada 1959 film-film India sering menggambarkan Muslim sebagai orang yang setia dan baik, tetapi kebangkitan nasionalisme Hindu dan sejak kepemimpinan di bawah Perdana Menteri Narendara Modi, film-film Bollywood semakin bebas menggambarkan Muslim sebagai sosok yang kejam.

Pada 1959, film Dhool Ka Phool yang disutradarai Yash Chopra baru menceritakan tentang sosok laki-laki Muslim yang mau menerima dan mengasuh seorang anak haram Hindu yang ditinggalkan. Film ini membentuk narasi "Muslim yang baik", melukiskan mereka sebagai warga negara yang setia dan warga negara yang baik melalui layar televisi.

Baca Juga

Penggambaran Abdul Rashid sebagai pria Muslim yang manusiawi dan penuh kasih adalah cerminan dari komunitas Muslim di kehidupan riil India yang tampak berkembang pada saat itu.

Kehadiran mereka beresonasi dengan etos negara yang baru didirikan, sekuler, demokratis, jamak, sementara secara sinergis menumbuhkan suasana kreatif yang menghasilkan beberapa literatur hebat, seperti Anarkali (1953), Chaudavi Ki Chand (1960), Mughal –e-Azam (1960) dan Pakeezah (1972), yang semuanya menggambarkan Muslim sebagai hal yang pada dasarnya baik.

Tetapi kemudian, pada 1970-an sinema India telah banyak berubah. Dalam waktu dua dekade, penggambaran ramah tentang Muslim sudah mulai menghilang. Alur cerita justru sering menyiratkan sentimen anti-Muslim.

Salah satu titik balik adalah peristiwa pembongkaran Masjid Babri pada tahun 1992, sebuah masjid abad ke-16 di Ayodhya yang dianggap sebagai tempat kelahiran Dewa Hindu Ram.

Tindakan tanpa berpikir yang dilakukan oleh pendukung Hindutva tidak hanya mendorong kerusuhan dan kehancuran komunal, tetapi juga memulai kebangkitan politik Hindu sayap kanan di seluruh negeri. Pada dasarnya, ini adalah awal dari marginalisasi dan dehumanisasi Muslim yang diformalkan di India.

Menyusul insiden masjid Babri, sentimen anti-Muslim terbawa ke layar televisi dengan film-film seperti Roja (1992) yang disutradarai oleh Mani Ratnam. Film ini mengisahkan seorang wanita Tamil yang mencari suaminya (pejabat badan intelijen India), yang diculik oleh pemberontak Muslim dari Kashmir. 

Melalui film Roja ini, Muslim dalam waktu singkat dianggap “anti-nasional”. Pria Muslim sering digambarkan gemar memukul istri mereka, yang digambarkan melalui pakaian tradisional shalwar kameez, di mana sosok laki-laki muslim ini juga digambarkan sebagai laki-laki hiperseksual dengan nafsu makan daging yang tak terbatas.

Dekade berikutnya film-film yang kerap menunjukkan keburukan komunitas Muslim terus diproduksi. Seperti Sarfarosh (1999), LOC: Kargil (2003) Veer-Zara (2004), Fanaa ( 2006) Kurbaan (2009), dan New York (2009), yang semakin membuat stereotip buruk terhadap Muslim melalui film-film Bollywood.

Pada 2014...

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement