Ahad 03 Dec 2023 14:19 WIB

Tim Hukum AMIN: Peniadaan Debat Cawapres Cacat Hukum

Debat capres-cawapres terpisah dinilai sebagai bentuk pemenuhan hak konstitusional.

Tim Hukum AMIN, Prof Hamdan Zulfa (kiri) Dr Ari Yusuf Amir (Kedua dari kiri) dan Prof Ni
Foto: istimewa
Tim Hukum AMIN, Prof Hamdan Zulfa (kiri) Dr Ari Yusuf Amir (Kedua dari kiri) dan Prof Ni

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Hukum Nasional Anies-Baswedan-Muhaimin Iskandar, DR Ari Yusuf Amir mengatakan keptusan KPU yang menyelenggarakan format debat selama lima kali secara bersama-sama antara capres dan cawapers mengada-ada. Atas keputusan itu ia mengkritik keras karena itu berbahaya bagi persepsi publik yang akan terbangun bahwa lembaga penyelenggara pemilu itu tidak imparsial sebab dapat diangap menguntungkan salah satu calon pasangan di Pemilu Presiden. 

“Kamu mengkritik keras kebijakan KPU yang meniadakan sama sekali debat capres dan cawapres secara terpisah dengan pertimbangan bahwa debat capres dan cawapres telah diatur dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,’’ kata Ari Yusuf Amir, dalam rilisnya di Jakarta, Ahad (5/12/2023).

Baca Juga

Menurutnya, termaktub dalam penjelasan Pasal 277 ayat (1) UU Pemilu di sana dijelaskan bahwa debat pasangan calon dilaksanakan selama 5 (lima) kali, dengan rincian 3 (tiga) kali untuk calon presiden dan 2 (dua) kali untuk calon wakil presiden. Ketentuan tersebut bahkan telah dikuatkan dalam PKPU No 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum (PKPU 15/2023), pada Pasal 50 ayat (1), menyatakan: 

‘’Memang ketentuan tersebut memungkinkan format debat salah satunya dilakukan secara bersamaan capres dan cawapres. Akan tetapi, meniadakan sama sekali format debat secara terpisah, baik capres maupun cawapres saja, jelas menabrak aturan UU Pemilu dan PKPU yang dibuat KPU sendiri. Dengan demikian, kebijakan ini nyata-nyata cacat secara hukum,’’ ujarnya.

Selain itu, pernyataan Ketua KPU yang menyatakan bahwa fomat debat secara bersamaan adalah bagian dari upaya untuk mengetahui kerja sama tim (team work) antara capres dan cawapres jelas mengada-ada. Sebab team work tidak dapat diukur dari kehadirannya yang secara bersamaan, tetapi dari visi dan misi serta program kerjanya apakah sinergis atau tidak antar pasangan calon. 

“Justru dengan format debat secara terpisah akan kelihatan lebih terang dan natural untuk mengukur team work antara capres dan cawapres.”

Ari menegaskan, debat capres-cawapres secara terpisah adalah bentuk pemenuhan hak konstitusional rakyat untuk menilai kualitas masing-masing kandidat. Pengetahuan rakyat tentang masing-masing kualitas calon pemimpinnya akan dijadikan dasar untuk menentukan pilihannya pada pemungutan suara tanggal 14 Februari 2024. 

“Ada kesan kuat, seolah-olah ada calon yang disembunyikan oleh KPU untuk diketahui kualitasnya oleh publik. Dengan demikian, keputusan KPU cacat legitimasi moral. Sikap KPU yang tidak taat pada aturan pemilu khususnya mengenai formula debat capres-cawapres seperti itu patut diduga merupakan bentuk kesengajaan untuk menguntungkan salah satu pasangan calon tertentu sehingga hal ini harus dicegah demi terwujudnya pemilu yang berintegritas,’’ katanya menegaskan.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement