Senin 30 Oct 2023 19:42 WIB

Tanpa Jokowi, SMRC: Ganjar-Mahfud Masih Berpeluang Menangkan Pilpres 2024

Jokowi telah merestui Gibran untuk maju sebagai cawapres pendamping Prabowo.

Rep: Antara/Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Capres Ganjar Pranowo dan cawapres Mahfud MD menyanyikan lagu Indonesia Raya di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Capres Ganjar Pranowo dan cawapres Mahfud MD menyanyikan lagu Indonesia Raya di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mampu bertarung melawan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Meski tanpa dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ganjar-Mahfud diyakini masih punya peluang menang.

Saidiman berani menyimpulkan hal itu berbasis temuan sejumlah survei, termasuk yang dijalankan SMRC. Saat dipasangkan dengan Gibran, elektabilitas Prabowo ternyata tidak naik signifikan. Padahal, Jokowi telah merestui Gibran untuk maju sebagai cawapres pendamping Prabowo.

"Sejauh ini, belum bisa dipastikan siapa yang nomor satu. Tapi, kami melihat Gibran sebagai orang yang di-endorse Jokowi ternyata tidak signifikan (menaikkan elektabilitas Prabowo). Pengaruh Jokowi ternyata sangat terbatas," ucap Saidiman kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/10/2023).

Survei Litbang Kompas yang dirilis pada Agustus 2023 menemukan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mencapai 74,3 persen. Angka itu merupakan tingkat kepuasan publik tertinggi Jokowi sejak 2019.

Tak hanya berbasis kepuasan publik yang tinggi, Jokowi juga dianggap punya pengaruh politik yang besar terhadap hasil Pilpres 2024 lantaran masih merawat kelompok relawan dengan jumlah anggota yang besar. Salah satunya ialah Projo yang diketuai Budi Arie Setiadi. Projo telah mendeklarasikan bakal mendukung Prabowo-Gibran.

Menurut Saidiman, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi tidak serta-merta bisa diwariskan kepada Gibran. Sebagian masyarakat, kata dia, justru kecewa lantaran Gibran 'diloloskan' menjadi cawapres Prabowo melalui proses yang kurang adil dan demokratis.

"Prabowo terbuka terhadap generasi milenial dengan memilih Gibran sebagai  cawapres. Tapi, ada sentimen negatif juga semisal bergabungnya Gibran ke Prabowo itu justru bisa menurunkan suara Pak Prabowo karena proses masuknya Gibran sebagai cawapres tidak dilakukan secara normal sebagai calon," kata Saidiman.

Gibran (36 tahun) memenuhi syarat sebagai cawapres setelah MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal capres dan cawapres.

Dalam putusannya, MK menetapkan syarat pendaftaran capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Saidiman melihat tipisnya elektabilitas Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran bisa dimaknai dukungan Presiden Jokowi tak berpengaruh besar.

Dia meyakini, rekam jejak masih menjadi acuan utama memilih capres dan cawapres dan bukan hanya sekadar melihat trah politik. "Pemilih kita itu sebenernya relatif independen. Mereka memilih berdasarkan rekam jejak dan program kerja, baru setelahnya mempertimbangkan aspek- aspek lain di luar itu," kata Saidiman.

Selain itu, Saidiman berpendapat dinamika elektabilitas para pasangan  juga bakal kuat dipengaruhi debat publik. Pada momen debat itu, ia meyakini Prabowo-Gibran potensial keok saat beradu gagasan melawan Ganjar Mahfud atau Anies-Muhaimin.

"Debat itu saya rasa punya pengaruh elektoral bagaimana publik melihat siapa yang paling ikhtiar di antara kandidat ini yang kira-kira melanjutkan keberhasilan Presiden Jokowi. Dari situ kemudian terlihat siapa yang tidak punya konteks dan tidak punya subtansi," ucap Saidiman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement