Sabtu 21 Oct 2023 20:06 WIB

Kemenag Siapkan 3.200 Fasilitator Bimbingan Remaja Cegah Pernikahan Dini

Perempuan di bawah usia 16 tahun menjadi yang paling banyak terdampak dari kasus ini.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Lida Puspaningtyas
Ilustrasi remaja putri.
Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Ilustrasi remaja putri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu pernikahan dini hingga saat ini masih menjadi perhatian dari pemerintah Kementerian Agama (Kemenag) pun terus melakukan upaya pencegahan pernikahan dini.

Salah satunya upaya yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah fasilitator Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin (Bimwin Catin) dan Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) pada 2023.

Kasubdit Bina Keluarga Sakinah, Agus Suryo Suripto, mengatakan tahun ini Kemenag telah berhasil mencetak 3.200 fasilitator BIMWIN dan BRUS. Hal itu ia sampaikan saat mengijuti Rapat Koordinasi Evaluasi Program Bina Keluarga Sakinah di Badung, Provinsi Bali.

"Ini merupakan peningkatan yang signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, di mana pertahun kita hanya mencetak sekitar 400 fasilitator," kata Suryo dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Sabtu (21/10/2023).

Keberhasilan ini disebut merupakan hasil dari perubahan strategi Bimbingan Teknik (Bimtek) Fasilitator. Semula, Bimtek yang hanya dilakukan terpusat di Jakarta kini menjadi tersebar ke seluruh Kantor Wilayah.

Dengan strategi ini, ia menyebut Bimtek Fasilitator dapat menjangkau lebih banyak calon fasilitator di seluruh wilayah Indonesia.

"Bimtek Fasilitator yang tersebar ke seluruh Kantor Wilayah ini merupakan upaya kami untuk meningkatkan kualitas Bimwin Catin dan BRUS di Indonesia," lanjut dia.

Hingga saat ini, Suryo menyebut Kemenag telah menggelar 64 kali Bimtek Fasilitator. Kegiatan tersebut diikuti calon fasilitator dari berbagai latar belakang, mulai dari penyuluh agama, guru, hingga tokoh masyarakat.

Terakhir, ia menyatakan harapannya bahwa dengan adanya 3.200 fasilitator ini, Bimwin dan BRUS semakin berkualitas. "Dengan bimbingan yang berkualitas, diharapkan dapat mencegah pernikahan dini dan perceraian," ucap Suryo.

Untuk diketahui, isu pernikahan usia dini di Indonesia telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data UNICEF per-akhir tahun 2022, Indonesia berada di peringkat ke-8 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan total hampir 1,5 juta kasus.

Di sisi lain menurut data Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPPA), pengadilan agama menerima 55 ribu permohonan dispensasi pernikahan usia dini di sepanjang 2022. Angka ini hampir dua kali lipat jumlah berkas serupa pada tahun sebelumnya.

Hingga 2022, perempuan di bawah usia 16 tahun menjadi yang paling banyak terdampak dari kasus ini, yaitu sebanyak 14,15 persen. Prevalensi tersebut meningkat secara signifikan selama pandemi COVID-19.

Ada sejumlah alasan di baliknya, seperti naiknya angka putus sekolah, kondisi ekonomi keluarga yang menurun, kepatuhan terhadap agama dan adat istiadat, serta pengaruh teman-teman sejawat yang menikah dini.

Tren yang memprihatinkan ini pun terus berlanjut meskipun pemerintah telah mengamandemen Undang-Undang Perkawinan pada tahun 2019. Kebijakan tersebut telah menaikkan usia minimum pernikahan menjadi 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement